Pembantaian Mesuji
Saurip Kadi Merasa Berdosa
Saurip Kadi merasa berdosa dalam pendampingan kasus Mesuji ketika ada satu pemuda yang menjadi korban stres karena suara tembakan
Penulis:
Y Gustaman
Editor:
Ade Mayasanto
_TNI_Saurip_Kadi.jpg)
Laporan Wartawan Tribunnews.com Yogi Gustaman
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selama bersama para penduduk Mesuji menagih tindakan pemerintah, mediator korban kasus Mesuji, Mayor Jenderal Purnawirawan Saurip Kadi merasa berdosa karena sebagian besar mereka hidup di tenda-tenda, makan dan minum seadanya. Ia beralasan, dengan fakta yang ada, pemerintah harusnya membangun tenda tempat berteduh, pusat kesehatan dan sekolah sementara.
Namun yang ada, pemerintah justru membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta yang diketuai Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana. Kekecewaan Saurip beralasan mengingat pemerintah daerah dari Gubernur, Kapolda, bahkan Komnas HAM turun mengusut kasus ini juga sampai tak selesai.
Satu hal yang membuatnya merasa berdosa dalam pendampingan kasus Mesuji adalah ketika ada satu pemuda yang menjadi korban stres karena suara tembakan. Bapaknya meninggal ditembak. "Jadi kalau jalan, tangannya harus diikat. Dia kaget mendengar tembakan. Dia stress. Makanya saya selalu teriak-teriak coba tangani penduduk yang terlantar itu," cerita Saurip.
Kepolisian saat ini mengakui adanya kasus pembantaian massal di Mesuji, di Kabupaten Tulang Bawang dan Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung. "Kasus itu sepertinya sudah lama," kata Kepala Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian Komisaris Jenderal Sutarman, di Istana Bogor, Rabu (14/12/2011) lalu.