Sabtu, 23 Agustus 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Pemilihan Gubernur DKI

Faisal-Biem Sudah Punya Rencana soal Pendidikan di Jakarta

Calon wakil gubernur DKI Jakarta dari jalur independen Biem Benjamin dalam kampanye putaran pertamanya

Editor: Widiyabuana Slay
zoom-inlihat foto Faisal-Biem Sudah Punya Rencana soal Pendidikan di Jakarta
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta (kiri ke kanan) Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli, Hendarji Supanji-Ahmad Riza Patria, Joko Widodo-Basuki Tjahja Purnama, Hidayat Nurwahid-Didik J.Rachbini, Faisal Basri-Biem Benyamin, dan Alex Noerdin-Nono Sampono mengikuti debat calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang diadakan oleh KPU DKI Jakarta, Minggu (24/6/2012). Debat dilakukan untuk mengetahui pasangan calon dalam mengatasi permasalahan dan memajukan Jakarta. TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM -  Calon wakil gubernur DKI Jakarta dari jalur independen Biem Benjamin dalam kampanye putaran pertamanya di Kelurahan Pesanggrahan, Senin (25/6/2012), mengatakan bahwa mereka sudah memiliki rencana untuk menyeimbangkan pembangunan fisik di kota jakarta dengan pendidikan.

Menurut Biem, pendidikan di Jakarta, khususnya untuk anak-anak muda yang ingin sekolah kejuruan, akan difokuskan di bidang pendidikan yang meningkatkan kualitas mereka di sektor jasa.

"Tidak cocok bikin sekolah kejuruan yang tujuannya bikin mobil nasional atau pesawat terbang karena Jakarta tidak mungkin bikin industri pesawat terbang atau mobil nasional. Mau bangun di mana? Seandainya bisa dibangun pun, kapasitas penyerapannya pun terbatas
karena pembangunan industri di Jakarta tidak diarahkan menuju ke sana," Biem.

Dia menegaskan bahwa arah pembangunan industri di Jakarta adalah sektor jasa. Oleh sebab itu, pasangan Faisal Basri- Biem Benjamin akan fokus untuk meningkatkan pendidikan
kejuruan di sektor jasa, seperti industri hospitality yang terdiri atas hotel, restauran, travel, dan sebagainya.

"Bahasa Inggris adalah wajib dan ditambah dengan bahasa lain sebagai tambahan sesuai minat. Dengan demikian, mereka bisa langsung diserap oleh industri jasa dan kantor-kantor yang ada di jakarta. Ini yang disebut kesimbangan antara pendidikan fisik dan pembangunan manusia," kata dia.

Dengan cara ini, tambah Biem, generasi muda Betawi akan terserap di pekerjaan dan tidak tertarik lagi ikut ormas-ormas yang seringkali terlibat dalam kekerasan.

"Pada akhirnya, kekerasan oleh ormas di Jakarta akan berkurang karena para pendukungnya pun sudah mulai berkurang," kata dia.

Biem sebagai warga asli Jakarta merasa prihatin dengan perkembangan ibukota yang lepas bebas. Lelaki yang lahir dari garis keturunan Benjamin Sueb ini mengatakan bahwa pembangunan di Jakarta lebih memusatkan hal-hal yang sifatnya fisik dan melupakan pembangunan mental.  

"Keseimbangan antara pembangunan fisik dan manusia di Jakarta tidak terjadi. Akibat ini paling dirasakan oleh penduduk asli Jakarta atau Betawi. Masyarakat Betawi seperti halnya masyarakat di daerah-daerah lain tinggal dalam kemiskinan," kata dia.

Biem menambahkan, dua puluh tahun lalu, kesadaran untuk mengenyam pendidikan belum begitu menarik.  "Mereka berpikir sekolah hingga SD atau bahkan SMP sudah cukup sehingga tidak perlu melanjutkan.

Mereka masih suka bekerja di perkebunan dan pertanian untuk membiayai kehidupan keluarga merekan" kata dia.

Ketika jaman mulai berubah, tambah Biem, masyarakat Betawi mulai menjadi goyah. Lahan-lahan pertanian dan perkebunan tidak lagi subur karena unsur hara atau kualitas lahannya berkurang dimakan usia. Produktivitas menurun sementara jumlah keluarga semakin
bertambah.

"Karena pendidikan yang rendah sementara kebutuhan hidup semakin mahal, maka satu-satunya adalah dengan menjual tanah warisan mereka. Di tanah-tanah tersebut berdiri pusat-pusat gedung perkantoran dan belanja. Semakin lama, orang Betawi makin terpinggirkan dan akhirnya keluar dari Jakarta," kata dia.

Biem mengatakan bahwa pemerintah daerah Jakarta dari dulu hingga gubernur yang sekarang tidak pernah tahu soal-soal ini karena mereka tidak ada kaitan secara emosional dengan Jakarta.

"Orang tinggal 30 tahun di Jakarta bukan berarti tahu perasaan orang-orang Betawi yang terpinggirkan itu. Karena pembangunan manusia yang tidak pernah jadi perhatian pemerintah
DKI, akibatnya orang Betawi lebih banyak bekerja di sektor-sektor
informal yang berupah rendah," kata dia. (***)

Halaman
12

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan