Hartati Murdaya Tersangka
Pimpinan KPK Bahas Permohonan Walubi
Walubi meminta KPK supaya tidak segera menahan Siti Hartati Murdaya yang merupakan Ketua Umum Walubi.
Penulis:
Edwin Firdaus
Editor:
Rachmat Hidayat

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Johan Budi membenarkan Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) telah mengantarkan surat permohonan agar tersangka Siti Hartati Murdaya tidak di tahan.
Namun, permohonan itu, kata Johan Budi, akan melakukan pembicaraan internal terlebih dahulu guna memutuskan apakah mengabulkan permintaannya atau tidak.
"Tadi disampaikan permohonan ini akan dibicarakan dulu sama pimpinan dan penyidik apakah akan dikabulkan atau tidak," tegas Johan di Kantornya, Jakarta, Jumat (10/8/2012).
Selaras dengan Johan, Wakil Sekretaris Jenderal Walubi, Gatot Sukarno Adi pun mengakui bahwa surat permohonan dari pihaknya akan disampaikan dalam rapat evaluasi pimpinan KPK.
Sebelumnya Walubi mendatangi KPK dengan tujuan untuk meminta KPK supaya tidak segera menahan Siti Hartati Murdaya yang merupakan Ketua Umum Walubi.
"Kami sangat memerlukan kehadiran Ibu Hartati Murdaya untuk memimpin organisasi dan juga kegiatan bakti sosial kemanusiaan. Jadi kami mohon seyogyanya penahanan tidak dilakukan secepatnya karena kami masih harus membutuhkan arahan-arahan beliau untuk menjalankan organisasi ini," kata Gatot di KPK.
Koordinator Bikhu Sangha Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), Tadhista Paramita Mahastawira, juga meminta kepada KPK supaya tidak segera melakukan penahanan terhadap Hartati Murdaya.
"Semua umat di bawah naungan walubi resah dan prihatin. Kami merasa terpukul. Kami mengharapkan kebijakan KPK untuk tidak menahan Hartati untuk sementara waktu," terang Tadhista.
Diketahui, KPK telah menetapkan Hartati Murdaya sebagai tersangka dugaan korupsi penerbitan Hak Guna Usaha perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.
Ia diduga kuat sebagai orang yang melakukan pemberian uang sebesar tiga miliar rupiah kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, yaitu tersangka Bupati Buol, Amran Batalipu.
Pemberian itu dilakukan dua tahapan, yaitu pada tanggal 18 Juni 2012 senilai satu miliar rupiah dan 26 Juni 2012 senilai dua miliar rupiah.