BP Migas Dibubarkan
Mantan Kepala BP Migas: Mahkamah Konstitusi Zalim
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan pasal-pasal yang mengatur tentang tugas dan fungsi Badan Pelaksana Minyak dan
Penulis:
Srihandriatmo Malau
Editor:
Johnson Simanjuntak

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan pasal-pasal yang mengatur tentang tugas dan fungsi Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 masih menyisakan bekas.
Apalagi, seluruh hal yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan BP Migas harus bubar.
Mantan kepala BP Migas, Raden Priyono mengaku merasa didzalimi oleh putusan MK itu.
"Bagi kami eks-BP Migas, masalah mendasarnya adalah kedzaliman MK. Apakah akan terus dibiarkan MK dipimpin oleh Hakim-hakim yang dzalim," ungkapnya kepada Tribunnews, Jakarta, Kamis (15/11/2012).
Kenapa MK mendzalimi? Menurutnya, BP Migas saat itu tidak meminta dan menghadirkan dirinya atau pihaknya untuk memberikan penjelasan.
Priyono tegaskan, BP Migas, ujug-ujug tanpa harus dikonfrontir, harus langsung divonis dan dibubarkan.
"Ya kami langsung divonis, tanpa pernah saya (KaBpmigas saat itu) diminta hadir, untuk dikonfrontir atau memberi pejelasan kepada MK. Zaman transparan seperti ini kok masih ada hakim-hakim seperti itu," keluhnya.
Namun, kini semua telah diputus, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No 95 Tahun 2012 mengenai Pengalihan/Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas.
Priyono yang kini tengah mempersiapkan file untuk audit untuk transisi dari BP Migas ke lembaga sementara, harus menerima putusan MK bak pil pahit. Namun satu pertanyaan diajukannya, "apakah sudah dihitung implikasi?"
"Saya harus menerima putusan tersebut. Tapi apakah sudah dihitung implikasinya," ujar dia.
Klik: