Revisi PP SDM KPK Bukan Solusi Terbaik Tengahi KPK-Polri
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) melihat bahwa dengan adanya revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 63 tahun 2005 yang mengatur
Penulis:
Adi Suhendi
Editor:
Johnson Simanjuntak

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) melihat bahwa dengan adanya revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 63 tahun 2005 yang mengatur tentang Sumber Daya Manusia (SDM) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan solusi terbaik menengahi ketegangan antara KPK dan Polri belakangan ini.
Anggota kompolnas Adrianus Meliala menjelaskan bahwa hubungan antara KPK dan Polri saat ini sudah serba salah atau dalam bahasa jawanya sudah mutung. Sehingga kedepan, Kompolnas pesimis bila dalam PP 63 tahun 2005 tersebut tidak ada perubahan yang drastis dan mendasar maka hubungan KPK dan Polri akan tetap seperti saat ini.
“Ke depan kami pesimis bahwa kalau tidak ada hal yang berubah secara drastis, mendasar maka akan begini-begini saja. Kami ragu dengan dikeluarkannya PP tentang SDM lalu akan menyelesaikan masalah,” kata Adrianus saat ditemui di Gedung Kompolnas, Jakarta Selatan, Kamis (13/12/2012).
Kompolnas hanya bisa berwacana karena pihaknya bukan lembaga eksekutif yang bisa mengubah infrastruktur dengan melakukan rekayasa kelembagaan supaya friksi-friksi antara KPK dan polri bisa hilang.
“Yang kami contohkan adanya harmonisasi dari segi penyidikan. Kita mengelompokkan fungsi penyidikan, penuntutan, kehakiman, dimana di situ tidak lagi bicara soal siapa asalnya tetapi semua orang yang menyidik ada di fungsi itu,” ungkap Adrianus.
Solusi lainnya adalah dengan melakukan amandemen undang-undang sehingga gesekan antara KPK-Polri bisa dihilangkan, misalnya KPK masuk dalam konteks kerugian negara Rp 1 miliar bagaimana kalau itu diubah betul-betul jauh menjadi Rp 10 miliar.
“Kemudian dalam konteks polisi dengan kejaksaan dibuat sedemikian rupa sehingga tidak ada bolak balik perkara. Ini rekayasa lembaga melalui otoritas hukum,” ungkap Adrianus.
Kemudian bila ingin tetap seperti saat ini, maka bisa saja dilakukan dimana join investigasi bisa dilakukan antaa KPK Polri yang dituangkan dalam payung hukum yang lebih kuat, tidak seperti saat ini join investigasi hanya dilakukan di tingkat antar pimpinan, sehingga yang terjadi hanya basa-basi dalam konteks meja makan yidak bakal cukup lagi karena nampaknya sudah ada kemutungan di antara dua lembaga ini.
Dengan keluarnya revisi PP 63, Kompolnas melihat dari sisi Polri sebagai stake holdernya, Polri agak kecewa. Hal tersebut dikarenakan dalam PP tersebut lebih mementingkan kepentingan KPK yang bernuansa ekslusif bahwa KPK lah yang menjalankan kegiatan penyidikan korupsi dan sama sekali tidak mau melakukan kegiatan pembinaan yang seharusnya juga menjadi tugas KPK.
Kemudian, berbicara masa tugas empat tahun dan dua tahun, menurut Adrianus hal tersebut mengakibatkan penyidik yang dikirim kepolisian tidak mau kembali lagi ke kepolisian.
“Kenapa demikian, bukan hanya kepincut gaji besar tapi memang dari segi karir di kepolisian dia sudah ketinggalan jauh dari rekan-rekannya seangkatan karena dia (orang yang menjadi penyidik di KPK) tidak sekolah, dia juga tidak memiliki unsur penempatan dan penugasan yang harusnya diperlukan dalam rangka jenjang yang lebih tinggi,” ungkapnya.
Klik: