Mulai Hari Ini Pasangan Sesama Jenis Boleh Hidup Bersama di Shibuya
Parlemen daerah Shibuya Tokyo, Selasa (31/3/2015) kemarin menyetujui keputusan hidup bersama antara sesama jenis sebagai partner.
Editor:
Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Parlemen daerah Shibuya Tokyo, Selasa (31/3/2015) kemarin menyetujui keputusan hidup
bersama antara sesama jenis sebagai partner. Pengakuan ini pertama kali di Jepang yang memungkinkan dua orang
sesama jenis diakui hidup bersama, namun status hukum mereka bukanlah menikah.
"Kemarin diputuskan oleh parlemen Shibuya soal hidup bersama sebagai partner tetapi bukan menikah, status hukumnya
berbeda dengan menikah," kata Mari Iwamoto, pejabat pemda Shibuya Tokyo khusus kepada Tribunnews.com, Rabu
(1/4/2015).
Bagi masyarakat umum, ini mungkin seperti hadiah April Mop karena mulai diumumkan per 1 April.
"Secara teknis pelaksanaan masih belum ada keputusan kapan bisa dikeluarkan surat pernyataan seperti partner
tersebut. Kami akan kabari lebih lanjut kalau sudah ada keputusan pelaksanaan pembuatan surat partnership
tersebut," lanjutnya.
Pencatatan menikah biasa dilakukan di kantor pemda, walikota setempat. Biasanya dengan cepat hanya mengisi
formulir standar yang ada, hanko atau tandatangan yang bersangkutan (menikah) dan juga saksi-saksi, lalu diberikan
ke kantor walikota untuk dicatatkan. Paling hanya makan waktu 30 menit. Tetapi untuk surat partnership sampai hari
ini masih belum diputuskan lebih lanjut.
Pengajuan aplikasi partnership tersebut dilakukan 2 Maret oleh walikota Takeshi Kuwahara.
"Isu-isu minoritas seksual belum ada penjelasan medis, dukungan sosial sebagai masalah tanggung jawab pribadi
belum juga diperoleh. Satu kesadaran positif yang penting sebenarnya tentang keanekaragaman seksualitas manusia,"
ungkapnya saat jumpa pers 23 Maret lalu.
Dia mengatakan pentingnya peraturan yang ada tersebut atas usulan masyarakat Shibuya.
Dalam survei yang dilakukan koran Mainichi tanggal 14-15 Maret lalu, ternyata 44 persen responden mendukung
hubungan bersama tersebut dan 39 persen menentangnya. Dari jenis kelamin, wanita 50 persen mendukung dan 30 persen
menolak. Dari responden laki-laki, 38 persen mendukung dan 49 persen menentangnya. Kalangan wanita justru jauh
lebih banyak mendukung kehidupan bersama sesama jenis ketimbang laki-laki.
Muraki Maki perwakilan NPO Rainbow Diversity mengaku kaget dengan keputusan tersebut. Dengan keputusan tersebut,
menurutnya, tak ada lagi diskriminasi baik laki-laki maupun wanita semua bebas untuk berhubungan satu sama lain,
"Namun tentu harus pengesahan dari pemerintah mengenai hidup bersama itu," katanya.