Anak-anak diajak bayangkan makan serangga di Science Film Festival
Anak-anak diajak membayangkan serangga sebagai makanan masa depan di acara pembukaan festival film sains yang diadakan Goethe Institut.
Anak-anak diajak membayangkan serangga sebagai makanan masa depan di acara pembukaan festival film sains yang diadakan Goethe Institut.
Tayangan di layar lebar mempertontonkan hidangan makan siang yang tak biasa. Menunya terdiri dari saus tomat cacing, salad rumput laut, dan keripik jangkrik sebagai hidangan penutup. Sesekali, para penonton yang terdiri dari siswa sekolah dasar dan menengah mengungkapkan rasa geli: "Hiii..."
Mereka menyaksikan adegan dalam salah satu film pendek yang diputar di gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada Selasa (24/10). Nine-and-a-half: Ew, Insects? memperkenalkan berbagai hidangan yang dibuat dari serangga kepada anak-anak.
Film dokumenter berdurasi 9 menit itu menceritakan bagaimana serangga dapat menggantikan daging di masa depan. Dengan luas lahan di bumi yang terus berkurang dan meningkatnya populasi manusia, mungkin sudah saatnya kita melirik serangga sebagai sumber protein.
Bahkan serangga sebenarnya merupakan makanan populer di banyak negara di dunia, meskipun masih dianggap menjijikkan di beberapa negara berkembang.
- Minyak goreng dari ulat mahasiswa Malang siap ke Eropa -mengapa ditanya halal-haram?
- Haruskah kita menyantap serangga seperti Jolie?
- Sambal yang terbuat dari semut terbang, bagaimana rasanya?
Salah satu penonton yang tidak terlalu antusias akan ide itu ialah Nasya, siswa kelas 7 dari SMP Islam Tugasku, yang mengatakan kepada BBC Indonesia: "Kalau memang saya sampai ya di masa depan di mana kita semua makan serangga, saya sih kayaknya masih enggak pengen makan serangga."
Namun demikian di antara lebih dari 600 siswa yang ikut menonton, ada juga yang jadi tertarik mencoba hidangan serangga.
"Kalau mendengar cerita dari orang-orang tua dahulu, pernah mencoba makanan seperti jangkrik atau laron atau semacamnya, saya pun tertarik untuk mencobanya. Namun masih ada kata-kata terlarang karena takut alergi saja," kata Anisa, siswa kelas 9 dari SMP 66 Jakarta.
Kalau melihat reaksi penonton, pantas saja film Ew, Insects? menjadi film terakhir dalam rangkaian film pendek yang diputar pada acara pembukaan Science Film Festival (SFF) 2017. Namun dua film lain yang diputar pada siang itu pun tak kalah menarik.

Film pertama berjudul (Not) Just a Touch menerangkan bagaimana manusia merasakan sensasi seperti panas, dingin, lembut, kasar, lunak, ataupun keras.
Dimulai dengan pertanyaan "Kenapa selimut terasa lembut?", film buatan Inggris itu menggunakan animasi untuk menerangkan keterhubungan saraf pada kulit dengan otak, yang kemudian menerjemahkan sensasi itu menjadi persepsi.
Sedangkan Nine-and-half: Green Wonder mengajak para penonton berjalan-jalan ke pusat penelitian alga di Julich, Jerman. Sang presenter membahas potensi alga sebagai penyelamat iklim karena kemampuannya menyerap CO2.
Tak cuma itu, alga juga mengandung minyak yang bernilai tinggi - bahkan dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar pesawat terbang.
Science Film Festival (SFF) ialah acara tahunan yang diselenggarakan Goethe Institut. Dimulai di Thailand pada 2005, festival ini menampilkan film-film yang membahas IPTEK secara menghibur bagi anak-anak berusia 9-14 tahun dengan tujuan menunjukkan bahwa mempelajari IPTEK itu menyenangkan. Selain pemutaran film, festival juga diramaikan dengan pertunjukan eksperimen ilmiah.