Profesor Jepang Minta Pengusaha Tidak Manfaatkan Tenaga Kerja Asing Dengan Gaji Rendah
pemanfaatan tenaga kerja asing dan memasukkan sebanyak 350.000 orang di masa mendatang ini rasanya tidak akan banyak memberikan dampak ekonomi
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, JEPANG - Profesor Jepang yang pernah masih menjadi salah satu anggota penasehat ekonomi PM Jepang Shinzo Abe selama tiga periode, meminta pengusaha Jepang jangan memanfaatkan tenaga kerja asing dengan gaji yang rendah.
"Saya pribadi sebenarnya kurang senang kalau perusahaan Jepang memanfaatkan tenaga kerja asing dengan gaji yang rendah. Jepang butuh tenaga ahli yang juga mengenal dengan baik budaya dan bahasa Jepang serta berkualitas baik. Olehkarena itu perlu penggajian yang baik. Jangan melulu memanfaatkan tenaga kerja asing dengan gaji yang rendah," papar Dr. Motoshige Itoh, Professor, Fakultas Sosial Sains Internasional Universitas Gakushuin Tokyo khusus kepada Tribunnews.com Kamis ini (24/1/2019) di Foreign Press Center.
Menurutnya, pemanfaatan tenaga kerja asing dan memasukkan sebanyak 350.000 orang di masa mendatang ini rasanya tidak akan banyak memberikan dampak ekonomi yang berarti.
"Kalau tenaga pemagang saja apalagi yang digaji rendah itu rasanya tidak membawa dampak berarti bagi perekonomian Jepang. Namun kalau perawat mungkin ya karena banyak lanjut usia di Jepang yang butuh perawatan dan Jepang sangat kekurangan tenaga tersebut," lanjutnya.
Selain itu Professor Itoh pun juga menghimbau kepada para pelajar asing yang datang ke Jepang agar fokus kepada pelajarannya.
"Jangan ke Jepang malah jadinya pekerja, jadi lebih banyak kegiatannya kepada kerja daripada studi. Hal itu harus dijauhi, tidak benar pelajar ke Jepang malah jadinya pekerja," tekannya lagi.
Bagi Jepang menurutnya adalah meningkatkan produktivitas kerja yang lebih baik dari pekerja yang ada, fokus pada pekerjaan spesialisasi masing-masing.
Olehkarena itu pekerj ayang memiliki nilai tambah, punya skill yang baik sangatlah diharapkan oleh Jepang ketimbang pekerja yang digaji rendah sedemikian rupa itu, tekannya lebih lanjut.
Saat ini Jepang menurut profesor ekonomi tersebut memiliki sedikitnya 28 triliun uang mengaggur tunai sebagai tabungan masyarakat.
"Uang yang berlebihan ini di Jepang akhirnya dipakai perusahaan sebagai meningkatkan investasi di berbagai bidang, melakukan Merger and Aquisition serta mencari model bisnis baru, produk baru dalam bidang penelitian dan pengembangan sehingga dana R&D tersebut ditingkatkan saat ini."
Meskipun demikian Jepang masih mengalami defisit finansial yang mencapai sekitar 550 triliun yen dan harus perlahan-lahan dikurangi sedikit demi sedikit hingga tahun 2025 mendatang agar perekonomiannya tidak berat di masa depan.
Hal itu berhasil dilakukan PM Jepang saat ini, namun masih sedikit saja perbaikan yang terjadi, perlu usaha kerja keras yang lebih baik lagi dalam waktu segera. Kalau tidak demikian perekonomian Jepang mengalami kemunduran dan bahaya di masa depan, tekannya lebih lanjut.