Kasus Perdata dan Narkotika Rawan Rekayasa Oleh Aparat Penegak Hukum
Berdasarkan hasil monitoring dan pengaduan yang diterima Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM - Berdasarkan hasil monitoring dan pengaduan yang diterima Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) diketahui kasus perdata dan narkotika berpotensi besar direkayasa atau dikriminalisasi oleh para penegak hukum.
Kadiv Advokasi dan HAM, Kontras, Yati Andriyani mengatakan potensi rekayasa kasus umumnya terjadi pada kasus empat kasus yakni kasus perdata yang dijadikan pidana, kepemilikan narkoba, kasus pembunuhan atau pencurian dan kasus kebebasan beragama serta berkeyakinan.
"Kasus perdata yang dijadikan pidana rentan direkayasa, seperti hutang piutang atau pinjam meminjam menjadi kasus penipuan, pencurian atau penggelapan. Lalu kasus sengketa tanah masyarakat dengan perusahaan menjadi pidana perusakan atau penyerobotan," ujar Yati, Minggu (12/1/2014) di kantor Kontras, Jakarta Pusat.
Kemudian kasus kepemilikan, lantaran praktik tangkap tangan seperti razia yang notabene cukup dengan kehadiran polisi. Itu juga dinilai rentan direkayasa.
"Di kasus narkotika, polisi bisa tangkap tangan. Ada razia, ada kelemahan dalam pembuktian saksi. Itu sulit dikontrol serta bisa berujung pada pemerasan," tegas Yati.
Sementara itu, kasus pembunuhan dan pencurian rentan direkayasa terutama saat adanya kesalahan identifikasi pelaku yang berdampak pada semua proses penyidikan yang direkayasa.
Hal ini didukung pula karena metode penyidikan yang masih lekat dengan penyiksaan dan minimnya akses bantuan hukum yang memadai bagi tersangka.