Selasa, 2 September 2025

RUU Pilkada

Kisah Bupati Solok "Dipalak" Anggota Dewan Saat Pilkada Melalui DPRD

Dirinya harus menyetor uang ke anggota DPRD dan partai pengusungnya agar menang dalam Pilkada.

Editor: Rendy Sadikin
Tribunnews.com/Seno Tri Sulistiyono
Sejumlah kepala daerah sepakat menolak Pilkada lewat DPRD dalam pertemuan di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Kamis (11/9/2014). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bupati Solok, Sumatera Barat, Syamsu Rahim menceritakan dirinya sewaktu mengikuti pemilihan kepala daerah yang dipilih oleh DPRD. Dirinya harus menyetor uang ke anggota DPRD dan partai pengusungnya agar menang dalam Pilkada.

"Saya sudah berapa kali ikut pemilihan, ketika anggota dewan memilih, itu uang. Partai dibeli, anggota dewan dibeli, akhirnya kalah karena dihimpit oleh orang lain yang lebih besar," kata Syamsu di acara pertemuan pertemuan Apkasi dan Apeksi tolak RUU Pilkada di Hotel Sahid, Jakarta, Kamis (11/9/2014).

Menurut Syamsu, peristiwa anggota DPRD meminta uang terjadi pada 2003 ketika maju sebagai kepala daerah di Sawahlunto. Dirinya diminta uang sebesar Rp250 juta untuk masing-masing anggota DPRD yang memilihnya.

"Karena tidak punya uang, saya kalah. Itu belum partai, belum lagi fraksinya. Dulukan pemilihan itu ada fraksi TNI Polri, Parpol, ketika saya berkoalisi dengan yang bukan partai saya sekarang (Golkar) kita harus membayar kepada mereka," tuturnya.

Dengan demikian, Syamsu yang menjabat Bupati Solok periode 2010-2015 berharap RUU Pilkada tidak disahkan, guna menghindarkan peristiwa-peristiwa seperti tersebut. "Kepala Daerah harus dipilih rakyat, kalau tidak mau kembali ke zaman orde baru," cetusnya.

Syamsu sebelum menjabat sebagai Bupati Solok, dirinya pernah duduk menjadi Wali Kota Solok periode 2005-2010. Saat ini dirinya berpasangan dengan Desra Ediwan Anantanur sebagai Wakil Bupati.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan