Harry: Modus Tindak Pidana Pencucian Uang Semakin Variatif
Seseorang yang patut diduga, lanjut Harry, maka dapat diminta pertanggungjawabannya secara pidana.
Penulis:
Eri Komar Sinaga
Editor:
Hasanudin Aco

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI, Harry Witjaksono, mengatakan secara sosiologis tindak pidana pencucian uang (TPPU) dilakukan pelaku untuk menyembunyikan harta kekayaannya agar susah ditemukan aparat.
Menurut dia, TPPU kini telah berkembang secara kompleks dengan menggunakan modus yang semakin variatif dan sangat mengancam stabilitas ekonomi.
"Berbagai cara dilakukan, bentuknya menitipkan, menghibahkan, memindahkan, merupakan hasil tindak pidana untuk menyembunyikan hasil tindak pidana tersebut," kata Harry saat memberikan keterangan dalam uji materi (judicial review) UU TPPU di ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (22/9/2014).
Menurut Harry, dalil pemohon frasa 'patut diduga' tidak bisa dibuktikan secara hukum.
Seseorang yang patut diduga, lanjut Harry, maka dapat diminta pertanggungjawabannya secara pidana.
Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU TPPU mengatakan 'patut diduga' dimaknai seharusnya pelaku patut menduga hasilnya berasal dari tindak pidana berdasarkan pengetahuan yang obyektif ada kesadaran diri dampak yang telah dilakukan.
Harry mengakui frasa tersebut diambil saat pembahasan di DPR karena perdebatannya adalah 'predicate crime' misalnya jual beli tanah atau mobil.
Ternyata yang menjual adalah koruptor. Itu patut diduga modal yang digunakan adalah hasil korupsi.
Harry pun mencontohkan kasus yang menimpa Kakorlantas Irjen Djoko Susilo dalam kasus simulator Surat Izin Mengemudi (SIM).
Kasus tersebut kemudian ditarik ke belakang yang mendahului kasus sebelumnya.
"Frasa patut diduga sesuai dengan asaz asas hukum. Oleh karea itu frasa 'patut diduga' tidak bertentangan dengan kepastian hukum," ungkap Harry.