Suap di Kementerian Perhubungan
4 Hal Ini Ditanyakan KPK Kepada Menteri Perhubungan Terkait Kasus Suap Dirjen Perhubungan Laut
Dalam pemeriksaan terhadap Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, Selasa (17/10/2017), ada sejumlah hal yang dikonfirmasi penyidik.
Penulis:
Theresia Felisiani
Editor:
Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam pemeriksaan terhadap Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, Selasa (17/10/2017), ada sejumlah hal yang dikonfirmasi penyidik.
Menurut Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, ada sekitar empat point yang ditanyakan.
Pertama terkait kewenangan Budi Karya selaku Menhub atas pengadaan barang dan jasa di Kementerian Perhubungan.
Baca: Selain Dirjen Perhubungan Laut, KPK Bidik Pejabat Lain Penerima Suap di Ditjen Hubla
Kedua penyidik juga mendalami ada tidaknya kewenangan dari menteri Budi Karya yang dilimpahkan ke Dirjen Hubla, Antonius Tonny Budiono.
"Kemudian apakah ada bagian kewenangan dari menteri yang dilimpahkan ke Dirjen Hubla, kewenangannya seperti apa," tambah Febri di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Lebih lanjut, point ketiga yang dikonfirmasi ke Budi Karya ialah ada tidaknya aturan internal terkait larangan penerimaan gratifikasi atau larangan penerimaan hadiah.
Baca: Dari KPK, Wali Kota Eddy Rumpoko Sampaikan Selamat Ulang Tahun Untuk Kota Batu
Terakhir, atau keempat, penyidik juga mendalami sejauh mana pengetahuan Budi Karya terkait proses lelang pekerjaan pengerukan pelayaran.
"Jadi empat hal itu didalami pada saksi Menteri Budi Karya yang diperiksa hari ini," tambah Febri.
Diketahui, dalam kasus ini KPK menetapkan dua tersangka yakni Antonius Tonny Budiono dan Adiputra Kurniawan.
Keduanya diduga telah melakukan kesepakatan jahat terkait pemulusan perizinan pengerukan di Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang, Jawa Tengah, yang dikerjakan oleh PT Adiguna Keruktama.
Baca: Tidak Ditahan, KPK Usut Penerbitan Izin Tambang Nikel Mantan Bupati Konawe Utara
Sebagai pihak penerima suap, Tonny disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tipikor.