Tidak Terbukti Melobi DPR, Ketua MK Arief Hidayat Hanya Mendapat Sanksi Ringan
Arief pun diperiksa berdasarkan laporan Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi.
Penulis:
Eri Komar Sinaga
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat mendapat sanksi ringan dari Dewan Etik Hakim Konstitusi karena terbukti melanggar Kode Etik Pedoman dan Perilaku Hakim (KEPPH).
Arief Hidayat bertemu dengan Komisi III DPR RI di Mid Plaza, Jakarta, tanpa mekanisme yang sesuai.
Arief pun diperiksa berdasarkan laporan Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi.
"Hasilnya Dewan Etik menyatakan bahwa hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran ringan terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi dan untuk itu Dewan Etik Hakim Konstitusi menjatuhi hakim terlapor dengan sanksi teguran lisan," kata Juru Bicara MK, Fajar Laksono saat memberikan keterangan pers di kantornya, Jakarta, Selasa (16/1/2018).
Dalam pemeriksaan yang dituntaskan pada 11 Januari 2018 tersebut, tidak terbukti adanya pertemuan tersebut untuk lobi politik agar Arief Hidayat kembali dicalonkan sebagai hakim.
Arief diberikan sanksi karena menghadiri pertemuan dengan pimpinan Komisi III DPR RI hanya berdasarkan undangan telepon saja. Praktik tersebut tidak lazim atau tidak dikenal dalam institusi kenegaraan.
Baca: Ternyata Kerap Alami Lampu Konslet, Penyebab Kebakaran Museum Bahari?
"Pada poin inilah Dewan Etik berpandangan ini sebagai pelanggaran etik ringan. Kehadiran hakim MK tanpa undangan resmi di suatu pertemuan adalah pelanggaran kode etik," kata Fajar.
Putusan tersebut diputuskan oleh tiga orang Dewan Etik yaitu Achmad Roestandi, Salahuddin Wahid, Bintan Regen Saragih.
Sebelumnya Arief dilaporkan terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan sebelum proses uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test di DPR, Rabu (6/12/2017).
Arief diduga melobi kepada anggota Komisi III DPR RI, pimpinan fraksi di DPR RI, dan pimpinan partai politik agar DPR mendukung dirinya sebagai calon tunggal hakim konstitusi dan kemudian dipilih sebagai hakim konstitusi perwakilan DPR RI untuk periode 2018-2023.
Arief diduga menjanjikan akan menolak Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 jo Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) jika ia terpilih kembali.