Mahfud MD Sebut SBY Menangis Saat Di-Bully Soal Pilkada Lewat DPRD
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD bercerita Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menangis saat di-bully di dunia maya.
Editor:
Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Wahyu Firmansyah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD bercerita Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menangis saat di-bully di dunia maya.
Saat itu, SBY di bully di dunia maya karena DPR dan pemerintah sepakat pilkada dilakukan kembali melalui DPRD atau tidak dipilih langsung masyarakat.
Tagar #shameonyouSBY ketika itu viral di media sosial sebelum akhirnya SBY mengeluarkan Perppu.
Baca: Susi Pudjiastuti: Kalau Tenggelamkan Pelaku Korupsi Tidak Boleh, Kena HAM Nanti
"Dramatis sekali pada waktu itu divoting. Menanglah pemilihan DPRD ini, Tapi karena kemenangan itu berbarengan dengan sirkulasi politik dan civil society itu khawatir mundurnya demokrasi, Pak SBY di bully habis-habisan sampai ke Amerika pak SBY konon menangis di pesawat," tutur Mahfud saat memberi sambutan dalam acara diskusi yang dihelat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara di Jakarta, Kamis (19/4/2018).
Mahfud mengatakan SBY saat itu berkata tidak setuju pemilihan lewat DPRD.
"Sampai di pesawat pak SBY itu mengatakan saya tidak setuju pemilihan lewat DPRD, Harus langsung, kita akan mencari jalan secepat-cepatnya untuk mengatasi ini," ujarnya.
Baca: Terduga Pelaku Serangan 11 September Ditangkap Militer Kurdi Di Suriah
Pada saat itu Mahfud mengatakan SBY banyak mencari masukan dari berbagai pihak.
Setelah bercerita mengenai SBY dalam sambutannya, Mahfud mengatakan Pilkada langsung itu banyak mudaratnya,
Tetapi untuk saat ini perlu dicari jalan tengahnya.
"Betapa pilkada langsung itu banyak mudaratnya, Tapi sekarang mungkin perlu dicari jalan tengah," katanya.
Baca: SBY Bertemu Wiranto, Elite PKS Masih Belum Yakin Demokrat Merapat Ke Jokowi
Ia menambahkan apabila Pilkada dianggap sebagai kebanggaan demokrasi harus dicari cara untuk mengurangi mudaratnya.
"Kalau dianggap pilkada langsung itu suatu prestasi kebanggaan demokrasi, bagaimana mengurangi mudarat-mudarat itu," ujarnya.
Mahfud mengatakan satu solusinya untuk mengurangi biaya politik di antaranya dengan membatasi pengeluaran uang untuk dana kampanye.
"Ada solusi misalnya tentang campaign spending, jadi pembatasan orang mengeluarkan uang untuk kampanye itu harus dibatasi," ucapnya.