UU MD3
MK Batalkan Kewenangan MKD Pidanakan Orang yang Rendahkan DPR
Kewenangan MKD mempidanakan orang yang merendahkan martabat DPR semula diatur dalam pasal 122 huruf l UU MD3.
Penulis:
Yanuar Nurcholis Majid
Editor:
Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Nurcholis Majid
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagaian uji materi yang diajukan oleh Forum Kajian Hukum dan Konstitusi terhadap Undang-undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPRD atau UU MD3.
Salah satunya, MK membatalkan kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk mempidanakan orang yang merendahkan martabat DPR.
Baca: Rommy: Kemenangan PPP di Jawa Jadi Modal Jokowi Dua Periode
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Hakim MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan perkara Nomor 16/PUU-XVI/2018, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/6/2018).
Kewenangan MKD mempidanakan orang yang merendahkan martabat DPR semula diatur dalam pasal 122 huruf l UU MD3.
Pasal tersebut berbunyi: (MKD bertugas) mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
Terhadap Pasal 122 huruf l, MK menilai MKD bukanlah alat kelengkapan yang ditujukan sebagai tameng untuk mengambil langkah hukum terhadap pihak yang merendahkan martabat DPR secara lembaga atau anggotanya.
Pada hakikat MKD merupakan lembaga penjaga martabat dan kehormatan untuk pihak internal DPR.
"Bilamana DPR dan anggota DPR merasa direndahkan kehormatannya dan hendak mengambil langkah hukum maka secara personal atau kelembagaan tersebutlah yang secara genuine mempunyai hak untuk mengambil langkah hukum," kata Hakim Anggota MK Saldi Isra.
MK menilai di satu sisi penugasan MKD untuk memproses hukum pihak yang merendahkan martabat DPR dapat membuat anggota dewan kehilangan haknya menempuh langkah secara perseorangan.
Sementara di sisi lain, norma dalam Pasal 122 huruf l juga berpotensi menimbulkan rasa takut bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam mengawasi perilaku anggota DPR.
MK pun menilai frasa "merendahkan kehormatan" multitafsir, hal tersebut pun membuka ruang terjadinya kesewenang-wenangan dalam penegakannya.
MKD akan dengan leluasa menafsirkan perbuatan dan perkataan apa saja yang dinilai sebagai telah merendahkan martabat DPR, baik secara lembaga maupun perorangan.
Persoalan konstitusional lainnya lantaran frasa "mengambil langkah hukum" dalam Pasal 122 huruf l tidak cukup jelas.
Secara normatif, tidak terdapat penjelasan apakah langkah hukum dengan MKD menindak lanjuti sendiri masalah atau melaporkannya kepada institusi penegak hukum.
"Bahwa makna dari Pasal 122 huruf l UU MD3 tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum," kata Saldi.