Selasa, 7 Oktober 2025

Ketua KPK Sindir Komisaris BUMN Rangkap Jabatan

Menurutnya, rangkap jabatan membuat komisaris tidak bisa menjalankan tugas secara maksimal.

Editor: Johnson Simanjuntak
Tribunnews.com/Gita Irawan
Ketua KPK Agus Rahardjo saat diskusi publik "Pilih yang Bersih Cek Rekam Jejak" di Kantor MMD Initiative, Jalan Kramat 6 nomor 18, Senen, Jakarta Pusat pada Selasa (16/4/2019). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua KPK Agus Rahardjo menyindir adanya komisaris BUMN yang memiliki rangkap jabatan di luar struktur BUMN.

Hal itu diutarakan Agus saat menjadi pembicara di acara Seminar Sehari bertajuk 'Bersama Menciptakan BUMN Bersih Melalui Satuan Pengawasan Intern (SPI) yang Tangguh dan Terpercaya' di Gedung Penunjang KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2019).

Menurutnya, rangkap jabatan membuat komisaris tidak bisa menjalankan tugas secara maksimal.

"Banyak sekali komisaris yang tidak bisa full time di badan usaha," kata Agus.

Oleh karena itu, dia berharap reformasi birokrasi yang tuntas supaya tidak ada rangkap jabatan.

Pengawasan internal di lingkungan BUMN, saran Agus, sangat diperlukan.

Di setiap direktur utama BUMN membawahi Satuan Pengawasan Intern (SPI).

"Ada komisaris yang mempunyai komiter auditor kalau nggak salah, tapi kemudian tidak mempunyai tangan di dalam," ujarnya.

Inspektorat di Kementerian BUMN saat ini juga tak bisa masuk ke BUMN karena dianggap sudah mandiri.

Karena itu, dia mengusulkan perlu penguatan inspektorat untuk bisa mengawasi BUMN.

Caranya dengan memberikan pembekalan terhadap tenaga terbaik yang bekerja di inspektorat.

Baca: BPN Prihatin Dengan Penetapan Tersangka Eggi Sudjana

"Kemudian bisa menilai objektif terhadap perjalanan dari badan usaha itu sehari-hari," kata Agus.

Setelah memastikan sumber daya manusianya berkualitas, kata Agus, inspektorat juga harus memikirkan penempatan personelnya.

"Apakah melekat jadi tangannya komisaris lakukan check and balances ke direksi, itu harus kita pikirkan," tutur Agus.

Belakangan KPK kerap melakukan operasi tangkap tangan (OTT) yang melibatkan pejabat dan pegawai BUMN.

Dia menceritakan masih adanya kontrak fiktif, imbalan untuk personel BUMN untuk ongkos angkut barang dalam proyek, misalnya.

"Masih ada juga yang butuh bahan baku menitip sekian dolar untuk sekian ton bahan baku," ucapnya.

Alhasil, KPK, kata Agus, sampai saat ini masih terus melakukan pengawasan terhadap BUMN.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved