KPK Diminta Kenakan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang Kepada Setya Novanto
ICW berharap KPK mengenakan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) kepada Setya Novanto.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti masih minimnya aparat penegak hukum, termasuk KPK menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan pasal gratifikasi.
Padahal, TPPU dan gratifikasi dapat membantu penegak hukum dalam memulihkan kerugian negara akibat korupsi dan memberikan efek jera terhadap koruptor.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mendorong KPK menerapkan pasal pencucian uang kepada mantan Ketua DPR sekaligus mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto yang kini menjadi terpidana kasus korupsi e-KTP.
"Setnov (Setya Novanto) misalnya. Itu kan juga tidak dijerat dengan TPPU sampai hari ini," ujar Kurnia Ramadhana di Kantor ICW, Pancoran, Jakarta Selatan, Minggu (12/5/2019).
Baca: Rekapitulasi Tingkat Nasional: Ini Perolehan Suara Jokowi-Maruf dan Prabowo-Sandi di 6 Provinsi
Selain itu, ICW menilai KPK di tangan Agus Rahardjo masih belum maksimal menggunakan pasal TPPU dalam menangani sebuah perkara.
Padahal, pasal TPPU penting digunakan untuk mengembalikan kerugian uang negara dan memberi efek jera terhadap koruptor.
"KPK pada era kepemimpinan Agus Rahardjo cs masih terhitung minim menggunakan aturan TPPU pada setiap penanganan perkara," kata Kurnia.
ICW mencatat dalam kurun 2016 sampai dengan 2018, Agus cs hanya menerapkan pasal TPPU terhadap 15 perkara.
Baca: Alur Peristiwa Kasus Kivlan Zen: Pemberian Surat di Bandara, Cegah Dicabut, Hingga Laporkan Balik
Padahal, dalam tiga tahun terakhir ada ratusan perkara yang berpeluang dijerat dengan pasal TPPU.
"Ini menunjukkan bahwa KPK belum mempunyai visi untuk asset recovery, dan hanya berfokus pada penghukuman badan," ujarnya.
Kurnia menyebut keterkaitan TPPU dengan praktik korupsi sangat erat, baik segi yuridis maupun realitas.
Untuk Yuridis, katanya, korupsi secara spesifik disebutkan sebagai salah satu predicate crime dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010.

Artinya, TPPU salah satunya dapat diawali dengan perbuatan korupsi.
Selain itu, realitas sekarang menunjukkan pelaku korupsi akan berusaha menyembunyikan harta yang didapat dari praktik korupsi dengan menyamarkan kepemilikan harta.
Baca: Soal Tim Asistensi Hukum Bentukan Wiranto, Adian Napitupulu: Mending Tidak Usah