Kamis, 25 September 2025

Baleg DPR Bahas Revisi UU Hak Cipta, Soroti Keadilan Royalti dan Beban UMKM

Royalti tak sampai ke pencipta, UMKM takut putar lagu. DPR revisi UU Hak Cipta demi keadilan dan tata kelola yang efisien.

Penulis: willy Widianto
istimewa
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung. 

Ringkasan Utama

DPR RI membahas revisi UU Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 untuk menjamin keadilan royalti bagi pelaku seni tanpa membebani UMKM.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Martin Manurung, menegaskan pentingnya revisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta agar pelaku seni memperoleh manfaat ekonomi yang adil dari karya mereka. Namun, ia juga mengingatkan agar regulasi yang disusun tidak memberatkan pelaku usaha, khususnya sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

“Kita ingin pelaku seni mendapat manfaat dari karyanya, tetapi juga tidak kemudian mempersulit pelaku usaha, utamanya UMKM. Nah ini juga harus kita perhatikan,” kata Martin dalam Rapat Pleno Baleg Pengharmonisasian RUU Hak Cipta di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (22/9/2025).

Martin menyebut masih banyak pencipta lagu, musisi, dan penyanyi yang belum menikmati hasil dari karya mereka, termasuk di daerah. Ia menyoroti ketimpangan antara popularitas karya dan kesejahteraan penciptanya.

“Kita tidak ingin para pelaku seni itu harus mati di lumbung padi. Dia sudah menciptakan karya-karya, tapi tidak mendapatkan manfaat. Kalau itu clear and clean, kita tidak ingin seperti itu,” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya perhatian terhadap lagu-lagu daerah yang kerap digunakan secara luas namun tidak memberikan imbal balik yang layak kepada penciptanya.

“Lagu daerah juga perlu kita berikan perhatian. Banyak sekali pencipta lagu daerah hidupnya tidak beriringan dengan karya mereka yang berkembang dan populer,” tegas Martin.

Dalam proses harmonisasi RUU, Baleg DPR RI menyatakan akan mendengar masukan dari seluruh pemangku kepentingan agar tidak ada pihak yang dirugikan.

Martin menyoroti perlunya sistem tata kelola royalti yang transparan dan efisien, termasuk pemanfaatan teknologi digital.

“Kita dengarkan semua bagaimana mekanisme (royalti) yang paling pas, dan itu kena langsung. Tidak nyangkut di antara lembaga-lembaga yang ada. Ini perlu kita lihat secara detail tata kelolanya. Kalau memang ada sistem digital, bagaimana kita manfaatkan untuk memotong mata rantai royalti yang ada saat ini,” ujarnya.

Baca juga: Ogah Terlibat Polemik Royalti, Bimbim Slank Sebut itu Hanya Uang Jajan

Di sisi lain, Martin mengingatkan agar pengenaan royalti tidak menimbulkan ketakutan di kalangan pelaku usaha. Ia mencontohkan polemik soal kewajiban pembayaran royalti berdasarkan jumlah kursi restoran yang sempat ramai diperbincangkan.

“Jangan sampai karena ketakutan akan membayar royalti, kemudian mereka sendiri tidak memutar apapun. Mungkin karena ketidakjelasan juga. Kemarin heboh tiap restoran itu bayar (royalti) per kursi. Padahal kita tahu, kursi tidak tiap hari penuh,” tukas Martin.

Revisi UU Hak Cipta menjadi momentum bagi DPR untuk menyeimbangkan hak ekonomi pelaku seni dengan keberlangsungan usaha yang memanfaatkan karya cipta, tanpa menimbulkan beban yang tidak proporsional.

Proses legislasi ini masih terbuka untuk masukan dari pelaku seni, pelaku usaha, dan masyarakat luas guna memastikan regulasi yang adil dan berkelanjutan.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan