DPR Nilai Pasokan Listrik 35 Ribu Megawatt Berlebihan
Satya Wira Yudha, menilai proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam lima tahun mendatang.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VII DPR, Satya Wira Yudha, menilai proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam lima tahun mendatang.
Jika pada 2019 proyek tersebut sudah terealisasi, Satya memaparkan ada beberapa pembangkit yang idle, karena tidak terpakai dan harus dibebankan kepada PT PLN (Persero) untuk membeli listriknya.
"Karena kalau sudah ada PPA (power purchase agreement) tapi idle capacity (tidak terpasang), PLN atau negara harus tetap membayar," ujar Satya di Jakarta.
Dalam pemaparannya, Satya menjelaskan proyek 35 ribu megawatt bisa maksimal digunakan jika pertumbuhan ekonomi 7,5 persen. Sedangkan saat ini saja kata Satya, pertumbuhan ekonomi direvisi menjadi 5,1 sampai 5,4 persen.
"Saya mencoba asumsi pertumbuhan ekonomi 5,1 persen. Kebutuhan listrik 7,65 persen, maka diproyeksikan sampai 2019 bisa menjadi 31 ribu megawatt," ungkap Satya.
Satya mengimbau kepada pemerintah jangan sampai pembangkit listrik yang terbengkalai membuat rugi negara. "Ujung-ujungnya keberadaan proyek pembangkit malah akan menjadi beban negara," kata Satya.
Terkait sistem sewa atau beli dalam PPA, Satya meminta pemerintah bisa memberi kepastian iklim investasi para pengusaha. Dengan begitu selama pembangunan proyek kelistrikan 35 ribu megawatt pada akhir 2019, sudah diperkirakan mana saja pembangkit yang dikelola penuh swasta dan yang listriknya dijual ke PLN.
"Beberapa faktor itu pasti akan ada satu pemikiran kalaupun dijalankan, risiko-risiko harus diperhitungkan," papar Satya.