Rabu, 27 Agustus 2025

Pengembangan Ekonomi Digital Butuh Kolaborasi Semua Pihak

Salah satu tantangan perekonomian Indonesia ke depan adalah bagaimana mengembangkan pelaku sektor ekonomi digital,

Editor: Sanusi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Salah satu tantangan perekonomian Indonesia ke depan adalah bagaimana mengembangkan pelaku sektor ekonomi digital, atau perdagangan elektronik (e-commerce) yang akan menjadi motor perekonomian dunia.

Diperkirakan, pada 2020 mendatang potensi pasar perdagangan elektronik di Indonesia bisa mencapai 130 miliar dolar AS, yang jika pelaku di Indonesia tidak siap maka peluang usaha yang muncul akan dimanfaatkan oleh pihak asing.

Untuk itu, setiap pemangku kepentingan baik di instansi pemerintah, sektor swasta termasuk dunia pendidikan dan NGO harus bisa berkolaborasi membangun ekosistem yang kondusif munculnya pelaku-pelaku ekonomi digital yang kuat di Indonesia.

Hal itu mengemuka dalam APINDO-UID Leaders Dialogue Tsinghua Shouth East Asia: Investing in Talent and Innovation, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Selain sejumlah anggota Asosiasi Perusahaan Indonesia (APINDO), United in Diversity atau Yayasan Upaya Indonesia Damai, President dan Vice President Tsinghua University Qiu Yong, dialog ini juga dihadiri sejumlah pejabat dari Badan Ekonomi Kreatif (Barekraf), Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Rektor Universitas Indonesia dan mantan menteri pendidikan Malaysia.

Dalam dialog tersebut terungkap, kunci untuk membangun e-commerce adalah tersedianya pelaku yang inovatif di bidang IT dan science.

Bahkan, kemampuan sumber daya manusia di bidang IT dan science ini telah menjadi salah satu persyaratan di bidang ekonomi lainnya, termasuk di sektor industri manufaktur.

“Semua sektor ekonomi kini membutuhkan IT dan science, termasuk industri manufaktur. Melalui peningkatan kemampuan IT dan science diharapkan lahir berbagai inovasi untuk membangun daya saing. Karena itu, investasi untuk meningkatkan inovasi melalui peningkatan kompetensi SDM ini sangatlah penting bagi Indonesia saat ini,” kata Cherie Nursalim, co-founder UID.

Dirjen Pengembangan Riset Kemenristekdikti, Muhamad Dimyati sebagai salah satu pembicara dan dialog tersebut mengakui, Indonesia memang masih sangat perlu meningkatkan kemampuan SDM di bidang IT dan science karena saat ini minat mahasiswa bidang ini masih tergolong rendah.

Malah sebagian besar perguruan tinggi di Indonesia saat ini masih tergolong sebagai teaching university, belum mengedepankan fungsi sebagai research dan entrepennuer university.

“Kita perlu terus mendorong agar perguruan tinggi lebih mengedepankan fungsinya sebagai research dan entrepennuer university melalui pengembangan science,” katanya.

Mantan Menteri Pendidikan Malaysia, Fong Chan Onn mengatakan, sejak 1995 lalu Malaysia sudah mulai mengarahkan pendidikan tinggi dan mahasiswanya untuk lebih mengedepankan IT dan science.

Langkah ini antara lain dengan membuka kerjasama dengan perguruan tinggi luar negeri. Kini sekitar 70 persen mahasiswa Malaysia, termasuk yang belajar di luar negeri mengambil jurusan science, engeneering dan IT.

Ini berbeda dengan di Indonesia di mana sebagian besar dari mahasiswanya memillih jurusan politik dan hukum.

Dalam kesempatan tersebut, Yang Bin, Vice President Tsinghua University menawarkan kerjasama dengan Kemenristekdikti untuk meningkatkan pengelolaan pendidikan profesional (vokasi) dengan sistem sistem 3 + 2.

Melalui sistem ini, 3 tahun belajar di dalam negeri kemudian dilanjutkan 2 tahun di Tsinghua University, mahasiswa Indonesia sudah selesai menjadi master.

Salah satu universitas tertua RRT dikenal sebagai perguruan tinggi yang telah banyak melahirkan entreprenuer dan manajer yang berkiprah di dunia internasional, termasuk di Amerika Serikat.

Dimyati menilai, tawaran kerjasama tersebut sangat bagus dan perlu ditindaklanjuti secepatnya. Hal ini sejalan dengan prioritas yang sedang dilakukan Indonesia.

“Pak Menteri sedang memprioritaskan pembenahan vokasi dan mereka menawarkan vokasi di kita 3 tahun dan ditambah 2 tahun di sana bisa jadi master. Ini bagus dan sejalan,” ucapnya.

Terkait dengan pengembangan e-commerce, sampai tahun 2020 mendatang pemerintah menargetkan munculnya 1.000 technoprenuer yang antara lain diharapkan lahir melalui program vokasi.

Target itu masuk dalam roadmap yang telah dibuat pemerintah. Kerjasama dengan Tsinghua University diharapkan dapat mendukung pencapaian target tersebut.

Bersama UID, Tsinghua University tengah menjajaki peluang kerjasama dengan Kemenkominfo sebagai instansi yang diberi tanggung jawab untuk melahirkan 1.000 technoprenuer.

Sementara itu, dalam rangka pengembangan e-commerce, Pemerintah Indonesia pada 10 November 2016 lalu telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi ke IV yang antara lain mempermudah akses pendanaan dan keringanan pajak bagi perusahaan pemula (start up).

Dalam pengembangan SDM yang mendukung e-commerce, pemerintah antara lain tengah merancang program inkubator nasional, menyusun dan meningkatkan kurikulum e-commerce.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan