KPK Disebut Hambat Investasi, Faisal Basri Ungkap Sebaliknya
Ekonom Senior Indef Faisal Basri menanggapi pernyataan terkait Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disebut menghambat investasi.
Editor:
Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Senior Indef Faisal Basri menanggapi pernyataan terkait Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disebut menghambat investasi.
Faisal mengungkapkan hal sebaliknya, yakni keberadaan KPK justru membuat skor indeks persepsi korupsi di Indonesia membaik.
"Indeks persepsi korupsi membaik, sekarang skornya 38. Masih jauh dari 100, tapi membaik," ujarnya di kantor Indef, Jakarta, Senin (30/9/2019).
Baca: Massa Gabungan Mahasiswa, Buruh, dan Petani Memasuki Halaman Gedung DPR
Baca: Ribuan Mahasiswa Gelar Aksi saat Pelantikan Anggota DPRD Kalbar, Personel Kepolisian Siaga
Selain itu, Faisal menyampaikan, Indonesia dari sisi peringkat negara juga membaik hingga sekarang menduduki peringkat ke-89.
Menurutnya, semua peningkatan tersebut karena adanya KPK yang suka menangkap para koruptor, sehingga investor asing percaya dengan hukum di Indonesia.
"Siapa saja dihukum. Mulai dari menteri hingga bupati," katanya.
Adapun Indonesia dari sisi kemudahan berbisnis juga naik dari peringkat 114 ke 73, yang membuat investor tertarik, bukan justru lari ke negara lain.
"Moeldoko bilang KPK hambat investasi dan Rosan juga. Ini mereka sebagai wakil ketua tim pemenangan dan pihak istana," tutur Faisal.
Respons KPK
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menegaskan korupsi menjadi hambatan untuk berbisnis di Indonesia.
Hal itu disampaikan Laode M Syarif mengacu data World Economic Forum (WEF) dalam Global Competitiveness Report 2017-2018.
Meski tidak menyebut secara gamblang, bantahan tersebut menyentil pernyataan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang menyebut KPK menghambat investasi.
Baca: Namanya Disebut-sebut dalam Demo Mahasiswa Hari Ini, Anya Geraldine Beri Tanggapan
"Mereka bahkan memberikan kami data dari World Economic Forum tahun 2019, jadi hambatan investasi di Indonesia itu adalah nomor satu korupsi, kedua inefisiensi birokrasi, ketiga akses pembiayaan yang kurang, keempat infrastruktur tidak memadai, instabilitas kebijakan, instabilitas pemerintahan, dan rasio pajak," ujar Laode di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (24/9/2019).
Atas dasar itulah Laode menilai aneh jika pekerjaan memberantas korupsi dipandang menghambat investasi.
"Karena World Economic Forum jelas mengatakan bahwa hambatan investasi di Indonesia yang menempati urutan nomor satu itu adalah masih maraknya korupsi di Indonesia," kata Laode.
Baca: Wiranto: Titik Api Hari Ini Tinggal 1.129
Sementara, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyayangkan pernyataan Moeldoko tidak berbasis data dan fakta yang sebenarnya.
"Kami tentu sangat sayangkan kalau benar ada pernyataan itu seolah-olah jangan sampai, seolah-olah demi investasi, kita juga belum tahu investasi yang mana, pemberantasan korupsi kemudian dipinggirkan," kata Febri kepada wartawan, Jakarta, Senin (23/9/2019).
Febri menambahkan, salah satu faktor iklim investasi yang baik ialah soal penegakkan hukum. Dan pemberantasan korupsi, kata dia, termasuk di dalamnya.
"Karena justru dalam banyak kajian kalau kita lihat, salah satu faktor yang mempengaruhi investasi itu kepastian hukum dan dalam kepastian hukum itu kita bicara tentang pemberantasan korupsi," ujarnya.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pun mencatat, sepanjang semester I 2019 realisasi investasi sebesar Rp395,6 triliun.
Baca: Mobil Terjang Restoran di Seminyak, Ternyata Pengemudi dalam Kondisi Mabuk
Realisasi ini tumbuh 9,4 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, yakni Rp361,6 triliun.
Secara persentase, peningkatan investasi kali ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan 2018 lalu yang hanya bertumbuh 7,4 persen.
Dari sisi porsi realisasi, jumlah pencapaian investasi semester I 2019 ini setara dengan 49,9 persen dari target sepanjang tahun ini yang mencapai Rp792 triliun.
beri kepastian hukum
Kepastian hukum menjadi faktor penting bagi peningkatan investasi di Indonesia.
Kepala Staf Kepresidenan RI Moeldoko menyampaikan hal ini terkait kesalahpahaman pernyataannya kepada jurnalis, Senin (23/9/2019) di Istana.
Baca: Kemesraan Pimpinan KPK Alexander Marwata dengan Komisi III DPR
“Maksudnya Undang-Undang KPK yang baru memberikan beberapa landasan bagi kepastian hukum, termasuk bagi investor,” kata Moeldoko dalam siaran persnya, Senin (23/9/2019).
Sebut saja di antaranya pemberian wewenang bagi KPK untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3).
Orang yang menjadi tersangka dan sudah bertahun-tahun tidak ditemukan bukti, statusnya tidak bisa dicabut.
Penetapan status tersangka yang tanpa kepastian sampai kapan akan menjadi momok bagi investor untuk menanamkan modalnya.
Dengan Undang-Undang yang baru, KPK bisa menerbitkan SP3 dan itu menjadi kepastian hukum yang bisa menjadi nilai positif bagi investasi.
Hal lain misalnya terkait keberadaan Dewan Pengawas bagi KPK.
Dewan ini akan lebih membantu KPK bekerja sesuai perundangan yang berlaku termasuk dalam penyadapan.
Kepastian hukum inilah yang diyakini akan membuat investasi di Indonesia akan lebih baik.
Baca: Moeldoko Bilang Hasil Survei dan Penghambat Investasi Jadi Alasan Pemerintah Dukung Revisi UU KPK
“Jadi maksud saya bukan soal KPK nya yang menghambat investasi. Tapi KPK yang bekerja berdasarkan Undang-Undang yang lama masih terdapat celah kurangnya kepastian hukum, dan ini berpotensi menghambat investasi,” kata Moeldoko.
Lembaga KPK, bagi Moeldoko akan semakin kuat dan kredibilitasnya terjaga dengan sejumlah revisi untuk memberi kepastian hukum bagi investor.
Geleng-geleng Kepala
KPK menyayangkan pernyataan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko yang menyebut lembaga antirasuah menghambat investasi.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengaku belum mengetahui dengan jelas argumentasi kenapa KPK dianggap menghambat atau memengaruhi investasi.
Terpenting, kata Febri, jangan sampai demi investasi, pemberantasan korupsi dipinggirkan.
"Kami tentu sangat sayangkan kalau benar ada pernyataan itu seolah-olah jangan sampai seolah-olah demi investasi. Kita juga belum tahu investasi yang mana, pemberantasan korupsi kemudian dipinggirkan," ujar Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (23/9/2019).
Baca: BMKG: Inilah Daerah yang Berpotensi Alami Hujan Lebat Selama 23-30 September
Baca: Selama 5 Tahun Jadi Menteri, Tjahjo Tidak Pernah Ke Luar Negeri
Baca: Mantan Sekretaris Menpora akan Ungkap Peran Imam Nahrawi Terkait Kasus Dugaan Suap Dana Hibah KONI
Menurut Febri, terhambatnya investasi justru bukan karena KPK.
Melainkan karena adanya ketidakpastian hukum termasuk dalam segi pemberantasan korupsi.
"Justru dalam banyak kajian kalau kita lihat, salah satu faktor yang memengaruhi investasi itu kepastian hukum dan dalam kepastian hukum itu kita bicara tentang pemberantasan korupsi," katanya.
Febri menjelaskan, jika melihat data yang ada dari izin bisnis dan dokumen soal investasi yang dikeluarkan pemerintah, justru saat ini terjadi peningkatan investasi.
Oleh karenanya, dia meminta agar pernyataan Moeldoko didukung dengan riset dan kajian sistematis.
"Jadi, pernyataan-pernyataan atau kesimpulan yang disampaikan pada publik sangat diharapkan itu berdasarkan riset dan kajian yang sistematis agar masyarakat kemudian mendapatkan informasi yang benar," kata Febri.
Sebelumnya, Moeldoko menyebut keberadaan KPK saat ini menghambat masuknya investasi di Indonesia.
Oleh karenanya, kata Moeldoko, pemerintah mendukung pengesahan Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK).
"Tentu ada alasan-alasan. Pertama hasil survei menunjukkan bahwa yang menyetujui untuk revisi Undang-undang KPK itu lebih banyak. Gitu. Kedua, bahwa ada alasan lagi berikutnya bahwa lembaga KPK itu bisa menghambat upaya investasi," ujar Moeldoko di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (23/9/2019).