Selasa, 9 September 2025

Virus Corona

Dampak Pandemi, PHRI Jakarta: Hotel Banyak Dijual, dari Hotel Budget sampe Bintang 5

Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung sejak Maret 2020 hingga saat ini, membuat beberapa hotel terpaksa harus dijual

Editor: Sanusi
Tribunnews.com/Dennis Destryawan
Ketua BPD Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) DKI Jakarta Sutrisno Iwantono mengatakan, kondisi hotel selama pandemi dan adanya pembatasan mobilitas masyarakat sangat menekan bisnis hotel di berbagai daerah. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung sejak Maret 2020 hingga saat ini, membuat beberapa hotel terpaksa harus dijual karena tidak dapat menanggung beban operasional.

Ketua BPD Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) DKI Jakarta Sutrisno Iwantono mengatakan, kondisi hotel selama pandemi dan adanya pembatasan mobilitas masyarakat sangat menekan bisnis hotel di berbagai daerah.

Baca juga: Jumlah Kasus Covid-19 terus Turun, Konsistensi Pencegahan Harus Terjaga

"Jadi banyak juga hotel dijual, dari hotel budget, hotel bintang 5 juga ada, bintang dua ada, non bintang juga ada. Bukan hanya di Jakarta, di luar daerah juga sama," kata Sutrisno saat dihubungi, Kamis (2/9/2021).

Menurutnya, informasi hotel dijual didapat dari para pengusaha hotel yang curhat mengenai kondisi keuangan usahanya.

"Mereka sudah tidak bisa lagi beroperasi, okupansi juga di bawah 10 persen, karena tamu hotel itu lebih banyak dari luar kota. Tapi saya tidak tahu angka persisnya, berapa hotel yang dijual, karena ada juga yang tidak terbuka urusan dapurnya," papar Sutrisno.

Baca juga: Akses eform.bri.co.id/bpum, Berikut Cara Cairkan Dana Bantuan UMKM Rp 1,2 Juta Tanpa Perlu Antre

Adapun cara menyelamatkan bisnis hotel, kata Sutrisno, dengan mendatangkan tamu, namun saat kondisi seperti ini merupakan langkah yang sulit karena berpotensi penyebaran Covid-19.

"Susah juga, mungkin pajak-pajak yang memberatkan bisa dihapus terlebih dahulu. Pajak daerah itu besar juga 10 persen, tapi kan sekarang pemerintah mau naikkan pajak UMKM, padahal pengusaha hotel kecil juga UMKM," ujar Sutrisno.

PHRI: Dunia Usaha Berdarah-darah karena Kebijakan PPKM Pemerintah

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengeluhkan dunia usaha menanggung kesulitan akibat kebijakan PPKM.

Menurutnya, dunia usaha sendirilah yang harus berjuang memikirkan para pekerjanya.

“Pemerintah buat kebijakan tetapi yang berdarah-darah kita pelaku usaha termasuk di pusat perbelanjaan,” ucap Maulana saat dihubungi Tribun, Kamis (2/9/2021).

Maulana menuturkan pemeintah seharusnya berkontribusi lebih kepada pengusaha yang berjuang membuka lapangan pekerjaan.

Ia menilai pembebasan PPN 10 persen atas sewa ruko di pasar atau mall bukan jalan keluar.

Baca juga: Sepi Pengunjung, Banyak Kios di ITC Dilelang, Harga Mulai Rp 350 Jutaan

“Itu hanya sebagian kecil. Sedangkan biaya pekerja tidak tercover padahal aktivitas usaha kami sedang diberhentikan,” lanjutnya.

Baca juga: PPKM Diperpanjang, Sekjen PHRI: Situasinya Berada di Titik Kritis

Ia meminta pemerintah memikirkan pengeluaran-pengeluaran dunia usaha yang besar agar tidak banyak pengusaha gulung tikar.

Baca juga: PPKM Turun Level: Hotel, Pariwisata dan Transportasi Diprediksi Menggeliat Lagi

“Memang kondisi ini tidak mudah. Kami menyayangkan kalau dunia usaha seperti pusat belanja atau restoran sebagai padat karya dibatasi sementara kami sangat mematuhi protokol kesehatan,” urainya.

Sebelumnya, Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) menyebut beberapa pusat perbelanjaan berpotensi ditutup selamanya atau dijual, setelah habisnya dana cadangan akibat pandemi Covid-19 dan pembatasan mobilitas masyarakat. 

"Ada beberapa pusat perbelanjaan yang berpotensi tutup ataupun dijual, dan bukan hanya di daerah tertentu saja, banyak terjadi dihampir semua daerah," kata Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja saat dihubungi, Rabu (1/9/2021).

Namun, Alphonzus tidak dapat menyebutkan secara terperinci pusat perbelanjaan mana saja yang akan ditutup atau dijual, karena dapat mengganggu upaya proses penyelamatan yang sedang diupayakan masing - masing pusat perbelanjaan. 

"Pandemi yang berkepanjangan dengan berbagai pembatasan yang diberlakukan membuat banyak pusat perbelanjaan kehabisan dana cadangan untuk bertahan," paparnya. 

Menurutnya, kemampuan setiap pusat perbelanjaan tidak sama, dan bagi pusat perbelanjaan yang sebelum pandemi memiliki kinerja kurang maksimal, maka akan mengalami tekanan yang lebih berat untuk bertahan selama pandemi.

"Kesulitan seperti tersebut di atas bukan hanya dialami pusat perbelanjaan yang berlokasi di daerah tertentu saja, tapi juga dialami pusat perbelanjaan yang berada di wilayah lain karena saat ini berbagai pembatasan sudah menyebar ke hampir seluruh wilayah Indonesia," tutur Alphonzus. 

Dampak pemberlakuan pembatasan operasional hingga penutupan operasional pusat perbelanjaan, kata Aplhonzus, tidak serta merta berakhir pada saat pembatasan diakhiri. 

Tetapi, dampak pembatasan dan penutupan operasional masih terus harus dipikul sampai berbulan - bulan kemudian oleh pusat perbelanjaan. 

"Berdasarkan pengalaman selama pandemi ini, hanya untuk menaikkan tingkat kunjungan sebesar 10 persen sampai 20 persen saja diperlukan waktu tidak kurang dari tiga bulan," katanya.

Imbas PPKM, APPBI: Dana Cadangan Habis, Beberapa Pusat Perbelanjaan Akan Dijual

Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) menyebut beberapa pusat perbelanjaan berpotensi ditutup selamanya atau dijual, setelah habisnya dana cadangan akibat pandemi Covid-19 dan pembatasan mobilitas masyarakat.

"Ada beberapa pusat perbelanjaan yang berpotensi tutup ataupun dijual, dan bukan hanya di daerah tertentu saja, banyak terjadi dihampir semua daerah," kata Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja saat dihubungi, Rabu (1/9/2021).

Baca juga: Penumpang Pesawat Wajib Diimbau untuk Mengisi e-HAC Melalui Aplikasi PeduliLindungi

Namun, Alphonzus tidak dapat menyebutkan secara terperinci pusat perbelanjaan mana saja yang akan ditutup atau dijual, karena dapat mengganggu upaya proses penyelamatan yang sedang diupayakan masing-masing pusat perbelanjaan.

"Pandemi yang berkepanjangan dengan berbagai pembatasan yang diberlakukan membuat banyak pusat perbelanjaan kehabisan dana cadangan untuk bertahan," paparnya.

Menurutnya, kemampuan setiap pusat perbelanjaan tidak sama, dan bagi pusat perbelanjaan yang sebelum pandemi memiliki kinerja kurang maksimal, maka akan mengalami tekanan yang lebih berat untuk bertahan selama pandemi.

Baca juga: IndiHome Gandeng Viu untuk Suguhkan Hiburan Korea dan Asia

"Kesulitan seperti tersebut di atas bukan hanya dialami pusat perbelanjaan yang berlokasi di daerah tertentu saja, tapi juga dialami pusat perbelanjaan yang berada di wilayah lain karena saat ini berbagai pembatasan sudah menyebar ke hampir seluruh wilayah Indonesia," tutur Alphonzus.

Dampak pemberlakuan pembatasan operasional hingga penutupan operasional pusat perbelanjaan, kata Aplhonzus, tidak serta merta berakhir pada saat pembatasan diakhiri.

Tetapi, dampak pembatasan dan penutupan operasional masih terus harus dipikul sampai berbulan - bulan kemudian oleh pusat perbelanjaan.

"Berdasarkan pengalaman selama pandemi ini, hanya untuk menaikkan tingkat kunjungan sebesar 10 persen sampai 20 persen saja diperlukan waktu tidak kurang dari tiga bulan," katanya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan