Senin, 22 September 2025

Upaya Pemerintah Ubah Wajah UMKM Lokal Lewat Jaringan BAKTI Kominfo

perkembangan bisnis para pelaku UMKM kerap kali terhalang oleh persoalan seperti tidak didukung oleh akses internet.

Penulis: Hendra Gunawan
Editor: Sanusi
Shutterstock
Ilustrasi UMKM di daerah. 

Dalam rencana strategis Kominfo 2020—2024 terkait Ekonomi Digital, BUMDes dan UMKM menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan ketahanan pangan di wilayah pedesaan.

Oleh karenanya percepatan penyediaan jaringan harus lekas dilakukan. Sehingga diharapkan perdagangan elektronik atau e-commerce yang menjadi platform digital economy dapat dimanfaatkan oleh BUMDes maupun UMKM.

Menurut Danny, sebagai gambaran nilai transaksi sebelum dan ketika terjadi pandemi Covid-19 mengalami peningkatan 29,6 persen. “Tahun 2019 sebesar Rp 205,5 triliun, menjadi Rp 266,3 trilun pada 2020,” tambahnya.

Akses internet memberikan tempat bagi UMKM untuk membangun proses digital mulai dari membuat website dan akun bisnis agar pasar mengenal mereka. Seperti yang dilakukan oleh Timor Moringa yang kini seolah memiliki etalase produk di web maupun media sosial.

Akses digital mengubah cara Timor Moringa berjualan. Tidak harus menjajakan produknya ke destinasi dan sentra wisata di NTT. Bahkan pasarnya lebih luas dan jauh di luar NTT.

Namun tidak semua pengusaha semujur Meybi. Masih banyak pelaku UMKM khususnya yang tinggal di pelosok yang menghadapi kendala berikutnya.

Kendati akses internet dari BAKTI Kominfo telah tersedia namun tak sejalan dengan kehadiran jaringan logistik yang memadai.

Untuk hal ini, BAKTI Kominfo lantas menjalin kerjasama dengan Indonesia E-Commerce Association (idEA). Asosiasi yang beranggotakan para pelaku industri perdagangan elektronik ini memahami benar persoalan tersebut.

Menurut Mohamad Rosihan, Ketua Bidang Keanggotaan & Business Development idEA, UMKM yang berada di luar Jawa tatangan terbesar ada di masalah logistik.

Meybi pernah punya pengalaman bagaimana sulitnya mengabulkan permintaan konsumen, ketika dihadapkan pada persoalan harga produk yang hanya Rp 27.500,- sementara ongkos kirimnya sebesar Rp 32.500,-

idEA sampai harus mengubah siasat dan membuat kluster UMKM karena kendala tersebut. Kemudian muncul kluster UMKM Lokal yang fokus pada pemasaran dan penjualan di kawasan sekitarnya.

Lalu, UMKM Nasional dengan jangkauan se-Indonesia dan sudah tidak dihadapkan pada persoalan logistik.

Terakhir UMKM Eksportir yang sudah memilik pasar global. Dengan peta dan pengelompokan seperti ini, menurut Rosihan, UMKM Lokal tidak perlu berambisi menggapai pasar nasional jika sistem distribusinya belum mendukung.

Namun, secara perlahan UMKM Lokal dapat berkolaborasi dengan UMKM-UMKM lainnya sehingga produk yang dihasilkannya dapat merambah ke pasar yang lebih luas.

Dalam sistem perdagangan elektronik, kini juga sudah didukung dengan pergudangan dan pedagang layer kedua dan seterusnya. Produk yang dijual sama, namun lebih ada jaminan rantai distribusi produk. Model seperti ini membuka peluang produk lokal terdistribusi secara nasional.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan