Kamis, 20 November 2025

Pemerintah dan Pengusaha Beda Data Soal Utang Minyak Goreng, Selisih Rp338 Miliar, Akan Libatkan BPK

Tagihan yang diajukan oleh 54 pelaku usaha sebesar Rp 812 miliar, dan hitungan PT Sucofindo hanya mencapai Rp 474 miliar.

Gani Kurniawan/Tribun Jabar
Total tagihan yang diajukan oleh 54 pelaku usaha kepada pemerintah terkait rafaksi minyak goreng sebesar Rp 812 miliar. Sementara, hasil dari verifikasi oleh surveyor PT Sucofindo hanya mencapai Rp 474 miliar. Dengan begitu, terdapat perbedaan sebesar Rp 338 miliar. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persoalan utang pemerintah kepada pengusaha terkait tagihan rafaksi minyak goreng hingga saat ini belum selesai.

Terbaru, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengungkap adanya perbedaan data jumlah utang rafaksi minyak goreng saat rapat dengan Komisi VI DPR, Selasa (6/6/2023).

Zulkifli mengatakan, total tagihan yang diajukan oleh 54 pelaku usaha sebesar Rp 812 miliar.

Baca juga: Pemerintah Belum Bayar Utang Rafaksi Minyak Goreng, Mendag Zulhas: Kita Lihat Dulu

Sementara, hasil dari verifikasi oleh surveyor PT Sucofindo hanya mencapai Rp 474 miliar. Dengan begitu, terdapat perbedaan sebesar Rp 338 miliar.

Untuk menindaklanjuti perbedaan data utang, Zulkifli mengaku telah bersurat kepada Badan Pemeriksa Keungan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengaudit utang itu.

"Kami berkirim surat ke auditor negara apakah BPK atau BPKP agar selisih harga yang benar itu yang mana. Karena yang yang bayar bukan kita, tapi BPDPKS. Sekali lagi kami minta audit dari auditor negara" kata Zulhas dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI.

Tunggu BPKP

Zulkifli menyatakan, pihaknya tengah menimbang pembayaran utang rafaksi minyak goreng terhadap ajuan dari pengusaha ritel.

Menurut Zulhas, ketentuan pembayaran utang rafaksi itu bakal dilihat dari hasil audit Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

"Ya kita lihat dulu satu-satu. Jangan boleh-boleh begitu. Nanti lihat dulu, sudah selesai (verifikasi) boleh. Saya kasih tau, boleh apa enggak," kata Zulhas usai Raker bersama Komisi VI DPR, Selasa (6/6/2023).

Dia juga meminta, proses pengauditan BPDPKS itu dilakukan oleh auditor negara yakni Badan Pengawasan Keuangan (BPK) dan Pembangunan (BPKP).

"Kan BPDPKS itu akan di audit uangnya. Nah kita minta yang di audit itu, auditor negara. Nanti saya baru bikin surat," jelas dia.

Terkait kepastian pembayaran utang rafaksi minyak goreng, Zulhas enggan memastikan hal tersebut.

"Bukan saya yang mastiin, kok bisa saya. Gimana, belum lah (kepastian)," ungkapnya.

Ditemui terpisah, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim menambahkan, saat ini Kementerian Perdagangan tengah bersurat kepada BPKP untuk melakukan peninjauan hasil verifikasi dari Sucofindo yang ditunjuk sebagai verifikator.

Menurut Isy, hasil review atau peninjauan dari BPKP itulah bakal jadi landasan pemerintah untuk menindaklanjuti verifikasi utang rafaksi dari Sucofindo terhadap ajuan pengusaha ritel.

"Nanti setelah BPKP melakukan review mulai dari kebijakannya, pelaksanaan surveinya, kemudian metode verifikasi yang dilakukan oleh Sucofindo. Itu nanti hasilnya seperti apa baru kita akan bisa melihat lagi," papar dia.

Isy menjabarkan, peninjauan BPKP itu termasuk hasil pendapat hukum atau Legal Opinion (LO) dari Kejaksaan Agung.

"Termasuk melihat dari yang diterbitkan Kejagung bahwa konsekuensi kebijakan yang diambil pemerintah itu masih punya konsekuensi hukum. Itu juga akan di pelajari oleh BPKP," ujar dia.

"Nanti pendapat BPKP seperti apa, termasuk yang intinya hasil verifikasi tadi," papar dia.

Awal Mula Muncul Utang Rafaksi Minyak Goreng

Pada Januari 2022, terjadi kenaikan harga minyak goreng hingga Rp24 ribu yang membuat masyarakat saat itu kesusahan.

Kemendag pun mendorong Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) agar mampu memberikan harga murah. Saat itu mereka diminta menjual Rp14 ribu per liter.

Kemendag berjanji selisih uang minyak goreng yang dijual murah akan dibayar oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Baca juga: Rapat dengan Komisi VI DPR, Mendag Zulkifli Hasan Bakal Beberkan Utang Rafaksi Minyak Goreng

Akhirnya, tanpa landasan hukum apapun, Aprindo memutuskan untuk menyanggupi permintaan tersebut. Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mande mengatakan, hal itu karena pihaknya percaya dengan pemerintah.

Minyak goreng yang saat itu Rp24 ribu, akhirnya oleh Aprindo dijual dengan harga Rp14 ribu. Selama 19 hingga 31 Januari 2022, Aprindo menanggung selisih tersebut.

Landasan hukum untuk Kemendag membayar utang tersebut pun baru keluar beberapa hari setelahnya, yaitu Permendag 3 Nomor 2022.

Permendag Dicabut

Permendag Nomor 3 Tahun 2022, tepatnya di pasal 7, menyebutkan bahwa pelaku usaha akan mendapat dana rafraksi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kepala Sawit (BPDPKS).

Namun, regulasi tersebut kemudian dicabut dan diganti dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tetinggi Minyak Goreng Sawit.

Aprindo pun menagih utang Rp344 miliar ke Kemendag. Itu adalah nilai selisih yang dikeluarkan selama 19-31 Januari 2022.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved