Senin, 1 September 2025

Kemendag: Revisi Permendag 50 Dalam Proses Harmonisasi Oleh Kemenkumham

Revisi Permendag 50 tinggal menunggu Kemenkumham mengalokasikan waktu pembahasannya bersama kementerian dan lembaga terkait lainnya.

Kompas.com/Elsa Catriana
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Isy Karim mengatakan, saat ini revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 sedang dalam proses harmonisasi oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

"Jadi kan tinggal proses harmonisasi yang dilakukan Kemenkumham. Itu juga pasti kementerian dan lembaga terkait juga diundang," kata Isy kepada Tribunnews, Jumat (21/7/2023).

Kini, kata Isy, tinggal menunggu Kemenkumham mengalokasikan waktu pembahasannya bersama kementerian dan lembaga terkait lainnya.

Baca juga: Desakan Revisi Permendag 50/2020 Menguat, untuk Lindungi UMKM dari Ancaman Project S TikTok Shop

Ketika ditanya kapan pembahasan itu akan terlaksana, Isy tak bisa memastikannya. Sebab, Kemenkumham juga menangani penyusunan peraturan menteri lainnya, tidak hanya Kemendag.

"Kemenkumham juga menangani seluruh penyusunan peraturan menteri. Tidak cuma Kementerian Perdagangan," ujar Isy.

"Jadi, peraturan menteri, peraturan yang sifatnya mengatur ke publik, diharmonisasi Kemenkumham. Perlu waktu untuk mereka mempersiapkan," lanjutnya.

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki khawatir dan mendorong agar ada kebijakan yang bisa melindungi produk UMKM di dunia maya, khususnya di social commerce.

Kebijakan tersebut ia yakini bisa dilakukan lewat revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).

Sebelum revisi, Permendag tersebut hanya mengatur e-commerce, bukan social commerce. Maka dari itu, Teten sangat mendorong penerbitan revisi ini.

Dorongan Teten terhadap penerbitan revisi ini karena Polemik tentang social commerce Project S TikTok Shop yang diyakini sebagai ancaman bagi produk dalam negeri yang ada di social commerce tersebut, terutama yang dijual oleh pelaku UMKM.

Project S TikTok Shop pertama kali mencuat di Inggris. Dilaporkan oleh Financial Times, pengguna TikTok di negara tersebut mulai melihat fitur belanja baru bernama "Trendy Beat".

Baca juga: Pengamat Ekonomi Digital: Permendag PPMSE Perlu Masukkan Unsur Social Commerce

Fitur ini menawarkan barang-barang yang terbukti populer di video. Contohnya alat untuk mengekstrak kotoran telinga atau penyikat bulu hewan peliharaan dari pakaian.

Semua barang yang diiklankan dikirim dari China, dijual oleh perusahaan yang terdaftar di Singapura. Perusahaan tersebut, menurut lapooran Financial Times, dimiliki oleh perusahaan induk TikTok, ByteDance, yang berbasis di Beijing, China.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan