Jumat, 5 September 2025

Curhat UMKM Ekspor Terkait Aturan Pembatasan Impor Cross Border di Atas 100 Dolar AS

Revisi Permendag 50/2020 secara umum tidak mempengaruhi kinerja ekspor terlebih kekhawatiran negara tujuan akan memberlakukan hal serupa.

Shutterstock
Ilustrasi UMKM. Revisi Permendag 50/2020 secara umum tidak mempengaruhi kinerja ekspor pelaku UMKM, terlebih kekhawatiran negara tujuan akan memberlakukan hal serupa. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaku UMKM ekspor Star Bunnies, Purnama Saputra menyampaikan curahan hatinya mengenai aturan pembatasan impor cross border di atas 100 dolar AS atau setara Rp1,5 juta

Aturan ini tertuang dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 Tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, pelaku usaha ataupun UMKM.

“Kalau itu sangat disayangkan sih, apalagi sparepart mesin-mesin yang kami pakai kadang beli lewat itu dengan harga dibawah Rp1,5 juta sama kalau ada bahan baku yang harus didatangkan dari luar ya kita bakal kelimpungan,” ucap Purnama kepada Tribunnews, Sabtu (12/8/2023).

Baca juga: Berdayakan UMKM Daerah Naik Kelas, Kementerian BUMN dan Pertamina Gelar Bazar UMKM di Sarinah

Menurutnya, revisi Permendag itu secara umum tidak mempengaruhi kinerja ekspor terlebih kekhawatiran negara tujuan akan memberlakukan hal serupa.

“Pada intinya kalau UMKM seperti kita yng masih bergantung pada komoditi lokal sebagai bahan baku, tidak terlalu berpengaruh. Apalagi kita masih pakai pihak ketiga (Shopee ekspor) sebagai penghubung antara seller dan customer,” ucapnya.

Bisnis Star Bunnies, lanjutnya, masih bisa dijangkau dan dipesan oleh customer di luar, itu artinya tidak ada masalah yg berarti dengan peraturan baru.

“Selama yg dijual barang yang aman, legal, saya rasa tidak ada masalah sih,” imbuhnya.

Pihaknya mendorong pemerintah berani ambil sikap untuk membuat tindakan khusus (seperti Shoppe Export misalnya), menjadi penghubung antara seller/crafter lokal dengan customer di luar.

“Jadi sebagai seller lokal tidak perlu ribet urus izin ini itu, sesimpel jualan online aja. Mungkin pemerintah bisa gandeng startup lokal (Tokopedia misal) agar bisa seperti etsy, karena seller Indonesia sendiri untuk membuat akun jualan di luar macam etsy, Alibaba, Ebay masih banyak yang terkendala di metode pembayaran dan shipping nya,” tuturnya.

Menurut dia, pemerintah harus berani mengambil tindakan nyata, memastikan akan lebih baik untuk mendongkrak kinerja ekspor Indonesia.

Sebelumnya, Pemerintah bakal merumuskan aturan mengenai perdagangan daring, baik yang ada di eCommerce maupun social commerce.

Hal itu ditegaskan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan di sela - sela acara Road To Indonesia Startup Ecosystem Summit 2023 di Solo Technopark (STP), Jumat, (11/8/2023).

“Kira- kira isi revisinya yakni mengenai pengaturan e-commerce, isinya kira-kira ecommerce ini ditata agar bisa tumbuh berkembang, bahkan bisa memperluas pasar ekspor. Yang pertama e-commerce itu yang bisa melalui e-commerce itu kita kasih positif list, yang boleh saja. Pokonya kita bisa harus melalui sistem yang biasa," kata Zulhas, sapaannya.

Lewat revisi tersebut, rencana mengenai isu cross border sebetulnya bukan mengatur soal pembatasan.

Justru pemerintah ingin membuat kesetaraan antara pemain usaha yang mikro, kecil dan pemain besar.

Platform eCommerce nantinya menjadi wadah bagi UMKM menjual produknya untuk dipasarkan ke pasar luar negeri.

"Yang terakhir e-commerce itu platform digital. Dia tidak boleh jadi produsen, jadi platform saja. Dengan begitu kalau diterapkan dengan baik mudah-mudahan UMKM kita tidak terganggu, bahkan bisa menyerbu pasar internasional," sambung Zulkifli.

Sementara itu, Sea Group yang merupakan induk usaha Shopee memastikan siap mengikuti kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah dalam revisi Permendag nantinya.

Sebagai ecommerce cross border, Shopee memastikan sudah melalui mekanisme yang ditetapkan sesuai aturan pemerintah termasuk pengenaan bea masuk.

“Adapun jumlah cross border impor saat ini hanya 1 persen dan barang yang diimpor juga tidak berkompetisi langsung dengan UMKM, karena kami sudah menutup 13 kategori barang impor cross border seperti arahan Kemenkop UKM pada tahun 2021 lalu,” kata Kiky Hapsari Director & Country Head Sea Indonesia dalam pernyataan tertulisnya.

Lebih lanjut, Kiky menjelaskan Shopee sebagai cross border commerce juga memberi ruang sangat besar dan memiliki ekosistem ekspor untuk UMKM lokal. Bahkan, saat ini sudah ada 20 juta produk UMKM yang tersedia di pasar Asia Tenggara, Asia Timur dan Amerika Latin.

“Jadi cross border di Shopee jangan dilihat hanya impor tapi juga menghadirkan peluang lintas batas bagi UMKM melalui ekspor ritel. Hal ini juga sejalan dengan keinginan pemerintah agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar, tapi juga pemain di pasar global,” katanya.

Baca juga: Pakai Kemasan Ramah Lingkungan, UMKM Bantu Kurangi Sampah

Kiky mengaku menerima informasi kekhawatiran dari UMKM ekspor terhadap rencana pembatasan barang cross border impor di atas 100 dolar AS dapat mempengaruhi ekspor yang berjalan saat ini.

“Mereka khawatir negara-negara tujuan ekspor akan memberlakukan hal yang sama. Terlebih harga rata-rata ekspor ritel produk UMKM Indonesia jauh di bawah 100, dolar AS” jelasnya sambil menambahkan hal ini sudah disampaikan ke Kementerian Perdagangan.

Shopee sendiri sudah membangun ekosistem UMKM ekspor dengan memabangun 10 Kampus UMKM Ekspor di 10 kota yang tersebar di Indonesia. Melalui ekosistem ini, Shopee menargetkan 500 ribu UMKM ekspor bisa tercapai di tahun 2030 mendatang.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan