Kamis, 21 Agustus 2025

Industri Tembakau dalam Tekanan, Gaprindo Minta Tinjau Ulang PP 28/2024

Selama kuartal I-2025, industri pengolahan tembakau mengalami kontraksi sebesar 3,77 persen (year-on-year/yoy).

|
Penulis: Sanusi
Editor: Choirul Arifin
IMPERIAL COLLEGE
INDUSTRI TEMBAKAU MELEMAH - Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan industri pengolahan tembakau mengalami kontraksi sebesar 3,77 persen (year-on-year/yoy) di kuartal I 2025. Di periode yang sama di 2024, sektor ini masih mencatatkan pertumbuhan 7,63 persen yoy. 

Melihat kondisi yang semakin terdesak, Benny menyatakan dukungannya terhadap pembatalan pasal-pasal tembakau dalam PP 28/2024 serta penolakan terhadap wacana plain packaging. 

"Kita berharap plain packaging tidak terlaksana, kemudian kita juga berharap bahwa pasal yang berdampak khususnya bagi industri hasil tembakau itu untuk dipertimbangkan lagi, dan minta untuk kembali saja ke PP yang lama, PP 109/2012. Itu solusinya begitu," katanya.

Lebih lanjut, Benny juga mendukung usulan tidak adanya kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) selama tiga tahun ke depan (moratorium).

Ia menegaskan bahwa sejak pandemi Covid-19, IHT telah mengalami tekanan berat akibat kenaikan cukai yang signifikan.

 "Jadi poin yang paling penting itu saya setuju sekali dengan tidak ada kenaikan cukai selama tiga tahun," tegasnya.

Benny menekankan bahwa IHT masih menjadi salah satu kontributor utama penerimaan negara. Ia menyebutkan bahwa penerimaan dari CHT mencapai Rp 216,9 triliun per tahun, angka yang bahkan melampaui total dividen yang disetor oleh BUMN setiap tahunnya.

Menurut dia, IHT juga memiliki peran penting dalam penyerapan tenaga kerja dari hulu ke hilir.

Mulai dari petani tembakau dan cengkih, pekerja pabrik, hingga pedagang eceran, seluruh rantai pasok akan terdampak jika sektor ini terus ditekan oleh kebijakan yang tidak berpihak. 

"Jadi salah satu argumentasi kami, yaitu industri hasil tembakau masih perlu dipertahankan sehingga harus dijaga pertumbuhannya sedemikian rupa," ujarnya.

Benny berharap pemerintah dapat memberikan ruang bagi IHT untuk tumbuh dan beradaptasi, bukan justru menambah tekanan melalui regulasi yang membatasi dan kebijakan fiskal yang memberatkan.

Menurutnya, peninjauan PP 28/2024 serta aturan turunannya dan moratorium kenaikan CHT selama tiga tahun merupakan langkah awal yang krusial untuk menyelamatkan industri yang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian nasional dan keberlangsungan jutaan tenaga kerja di Indonesia.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan