Rumah Subsidi
Cicilan Rumah Subsidi 18 Meter di Perkotaan Rp600 Ribu, Pemerintah: Tak Cocok untuk Pasutri 2 Anak
Ada 2 tipe rumah yang telah dibangun mock up-nya oleh Lippo Group yang dipamerkan di lobi kantor NobuBank, Karet Semanggi, Jakarta Selatan.
Editor:
Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal (Dirjen) Perumahan Perkotaan Kementerian Perumahandan Kawasan Permukiman (PKP) Sri Haryati menilai rumah subsidi mini di perkotaan cocok untuk pasangan suami istri (pasutri) muda yang memiliki satu anak kecil.
Menurut Sri, rumah subsidi mini juga merupakan pilihan tepat bagi mereka yang masih lajang atau pasutri yang belum memiliki anak.
Namun, ia menilai rumah subsidi mini ini tidak akan cocok bagi pasutri yang sudah memiliki dua anak seperti dirinya.
Ia menegaskan memiliki rumah subsidi mini ini penting agar masyarakat bisa memiliki aset berupa rumah.
Baca juga: Kementerian PKP Ungkap Alasan Lippo Group Jadi yang Pertama Pamerkan Desain Rumah Subsidi di Kota
"Kalau misalnya saya anaknya dua, ya saya nggak akan pilih yang ini dong, tetapi kalau saya misalnya baru menikah atau lajang atau anaknya masih kecil satu, ya mungkin diawal yang penting kita akan punya aset nantinya kalau sudah bisa punya rumah. Jadi ini pilihan," kata Sri di kantor Bank Nobu, Semanggi, Jakarta Selatan, Senin (16/6/2025).
Sri pun memprediksi cicilan rumah subsidi di perkotaan ini bisa hanya sebesar Rp 600 ribu hingga Rp 700 ribu per bulan.
Ia mengatakan saat ini Kementerian PKP sedang menampung berbagai masukan terkait dengan rencana peraturan tersebut.
Selain itu, Kementerian PKP juga sedang menampung desain rumah subsidi dari berbagai pengembang dengan minimal luas yang telah diperkecil.
Sri berharap jika seluruh masukan itu sudah tertampung, termasuk dengan opsi harganya yang bisa lebih murah, ia akan mendorong cicilan per bulan dapat lebih terjangkau.
"Nanti Insya Allah kalau memang nanti ke depan kami sudah banyak masukan darisemua stakeholder dengan harga yang nanti lebih murah, itu cicilannya juga kami dorong bisa lebih murah, bisa Rp 600 ribu sampai 700 ribu sebulan," katanya.
Menurut Sri, rencana pengurangan minimal luas rumah subsidi ini untuk memberi pilihan lebih banyak lagi kepada masyarakat yang belum memiliki hunian.
Rumah subsidi dengan luas lebih kecil ini akan dibangun di perkotaan, sehingga bisa lebih dekat dengan lokasi pekerjaan masyarakat.
"Pemerintah ingin membuka opsi bagi masyarakat yang non-fixed income misalnya, yang memang membutuhkan rumah lebih dekat ke aktivitas, tetapi tidak perlu ruanganyang besar dulu karena memang baru berkeluarga dan lain-lain. Jadi, kami menjawab beberapa demand dari masyarakat gitu," ujar Sri.
Sebagai informasi, saat ini Kementerian PKP sedang menggodok rencana pengurangan batasan minimal luas tanah dan bangunan rumah subsidi.
Rencana tersebut tertuang dalam draf aturan terbaru yang beredar dan sedang dirancang, berupa Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025 tentang Batasan Luas Tanah,Luas Lantai, dan Batasan Harga Jual Rumah dalam Pelaksanaan Perumahan Kredit/Pembiayaan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, serta Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.