Marak Kebocoran Data, Regulasi dan Audit Fintech Digital Perlu Diperkuat
Kondisi ini menempatkan Indonesia dalam 10 besar negara dengan kebocoran data terbanyak di dunia, menurut laporan global yang dirilis sejumlah lembaga
Penulis:
willy Widianto
Editor:
Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Lonjakan kasus kebocoran data pribadi di Indonesia memicu kekhawatiran publik dan menimbulkan desakan agar pelaku industri keuangan digital, terutama fintech, segera memperketat sistem audit dan kepatuhan terhadap regulasi perlindungan data. Dalam setahun terakhir, jumlah kasus kebocoran data yang tercatat melonjak tiga kali lipat, dari 35 kasus pada 2023 menjadi 111 kasus pada 2024.
Kondisi ini menempatkan Indonesia dalam 10 besar negara dengan kebocoran data terbanyak di dunia, menurut laporan global yang dirilis sejumlah lembaga independen. Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mencatat tingginya risiko ini dapat menggerus kepercayaan konsumen terhadap ekosistem digital nasional, terutama layanan fintech.
Sebagai respons atas meningkatnya kasus kebocoran data, Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) dan Hukumonline mengadakan sosialisasi sistem pengecekan kepatuhan (RCS) dan pedoman perlindungan data pribadi (PDP) di Jakarta, Jumat (26/6/2025). Acara ini dihadiri perwakilan dari Bank Indonesia, OJK, dan Komdigi.
"Kami berharap, melalui sosialisasi hari ini, pemahaman dan kesadaran anggota AFTECH akan pentingnya perlindungan data pribadi terbangun dengan lebih baik," ujar Ketua Dewan Etik AFTECH, Harun Reksodiputro.
RCS merupakan platform audit mandiri (self-assessment) yang dirancang untuk membantu anggota AFTECH mengevaluasi tingkat kepatuhan terhadap Undang-Undang PDP, UU ITE, serta pedoman dan kode etik industri. Platform ini menghadirkan dashboard interaktif untuk memantau pelanggaran, mengelola dokumen, dan mengidentifikasi risiko sanksi secara cepat.
Dalam sesi diskusi, regulator menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor guna mencegah pelanggaran dan memastikan integritas operasional layanan keuangan digital. Anggota AFTECH juga diminta untuk aktif menggunakan Pedoman Perlindungan Data Pribadi yang telah dirilis pada 2024 sebagai bagian dari kewajiban tata kelola internal.
Baca juga: Fintech Bakal Lebih Selektif Kucurkan Pinjaman, Banyak Gagal Bayar
Chief Operating Officer Hukumonline, Jan Ramos Pandia menambahkan bahwa RCS dirancang untuk menyederhanakan proses audit dan membantu pelaku fintech memahami tanggung jawabnya.
"Kami berkomitmen mendukung terciptanya ekosistem yang lebih sehat, transparan, dan berintegritas," ujarnya.
Sementara itu, Sekjen AFTECH Firlie Ganinduto mengungkapkan bahwa asosiasinya akan membentuk Risk Community, wadah berbagi solusi risiko digital di kalangan profesional.
"Inisiatif ini akan membantu anggota menghadapi dinamika risiko yang terus berkembang," katanya.
Langkah ini dinilai krusial untuk mendukung target jangka panjang pemerintah dalam mewujudkan ekonomi digital yang tangguh menuju visi Indonesia Emas 2045.
MK: Negara Wajib Lindungi Data Pribadi Agar Tak Dijadikan Objek yang Rugikan Masyarakat |
![]() |
---|
Indonesian Audit Watch Sebut Ada Kejahatan Shadow Government di Kasus Chromebook, Ini Penjelasannya |
![]() |
---|
Transfer Data Pribadi Lintas Negara, Bamsoet: Asal Sesuai UU PDP dan Prinsip Perlindungan yang Ketat |
![]() |
---|
Cegah Serangan Siber, Industri Asuransi Edukasi Perlindungan Data ke Semua Level Karyawan |
![]() |
---|
BigBox-AI Hadir Menjawab Tantangan Digitalisasi Layanan Keuangan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.