Trump Terapkan Tarif Timbal Balik
Guru Besar UI Rhenald Kasali Ingatkan Indonesia Tidak Terlena Tarif 19 Persen dari AS
Rhenald Kasali mengingatkan pemerintah dan pelaku usaha untuk tidak cepat puas dengan capaian penurunan tarif ekspor
Penulis:
Dennis Destryawan
Editor:
Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Universitas Indonesia Prof Rhenald Kasali mengingatkan pemerintah dan pelaku usaha untuk tidak cepat puas dengan capaian penurunan tarif ekspor yang lebih rendah dibandingkan negara lain.
Tarif ekspor ke Amerika Serikat kini sebesar 19 persen, lebih rendah dibanding negara-negara ASEAN lain. Tarif ekspor Indonesia ke AS saat ini adalah 19 persen, sementara Vietnam dikenakan 20 persen, Malaysia 25 persen, Thailand 36 persen, dan Laos 40 persen.
Baca juga: Tarif Impor Amerika 19 Persen Belum Tentu Berlaku 1 Agustus 2025, Bisa Lebih Cepat atau Lambat
Rhenald mengingatkan agar Indonesia tidak terlena. Lantaran, struktur biaya produksi di negara tetangga justru mengalami efisiensi besar-besaran, membuat produk mereka jauh lebih kompetitif di pasar global.
"Vietnam melakukan transformasi besar-besaran. Mereka menciptakan keadaan ekonomi yang sangat kompetitif. Di sisi lain, cost logistik kita masih tinggi, padahal infrastruktur kita sudah dibangun besar-besaran sejak masa pandemi,” ujar Rhenald di Jakarta, Selasa (22/7/2025).
Ia memberi ilustrasi, meski tarif ekspor Indonesia ke beberapa negara diturunkan menjadi 19 persen, namun negara tetangga seperti Malaysia mampu memproduksi barang dengan harga jauh lebih murah.
“Kalau produk tekstil kita dijual 1 juta per ton, Malaysia bisa jual 800 ribu. Meski mereka dikenakan tarif 30 persen, hitungannya masih lebih murah dari kita,” jelasnya.
Rhenald menekankan, pelaku usaha dan pemerintah tidak bisa hanya fokus pada besaran tarif. Yang lebih penting menurutnya adalah menata ulang ekosistem industri agar mampu menurunkan cost structure secara menyeluruh.
Ia menyoroti beberapa hal yang masih jadi beban biaya, seperti biaya koneksi biometrik ke Dukcapil, serta masalah biaya digital signature yang belum didukung ekosistem efisien.
“Hal-hal seperti ini membuat cost kita tinggi. Jadi kalau hanya melihat tarif tanpa memperbaiki struktur biaya, kita akan tertinggal,” tegasnya.
Baca juga: Menko Airlangga Sebut Tarif Impor Trump 19 Persen Sudah Final: Tak Revisi Lagi, Terendah di ASEAN
Menurutnya, kondisi ini menjadi peluang sekaligus peringatan. Indonesia perlu belajar dari Tiongkok yang mampu menerapkan sistem produksi ultra low cost.
Tak hanya itu, ia juga menyinggung ekonomi digital Indonesia yang saat ini sedang tumbuh, namun masih terfokus pada sektor hilir seperti e-commerce. Ia mendorong pemerintah untuk memberikan insentif ke sektor hulu digital agar Indonesia tidak sekadar menjadi pasar, melainkan juga produsen teknologi digital.
"Ekonomi digital kita naik dari 4 persen ke 5 persen, tapi masih di hilir. Kalau mau masuk ke hulu, pemerintah harus kasih insentif. Jangan sampai kita hanya jadi pengguna, bukan pencipta," tutupnya.
Trump Terapkan Tarif Timbal Balik
Trump Merasa 'Ditampar' saat India, Rusia, dan China Lakukan Pertemuan, Langsung Beri Peringatan |
---|
Trump Tolak Tawaran Manis India: Tarif Nol Persen Tak Lagi Berarti, Sudah Terlambat! |
---|
Industri Otomotif Kehilangan 51.500 Lapangan Kerja Akibat Tekanan Tarif Dagang |
---|
Trump Murka, Siap Gugat ke Mahkamah Agung Usai Tarif Dagang Andalannya Dinyatakan Ilegal |
---|
Acuhkan Ancaman Tarif Trump, India Tingkatkan Ekspor Minyak dari Rusia |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.