Senin, 11 Agustus 2025

CELIOS Kirim Surat ke Badan Statistik PBB, Minta Audit Pertumbuhan Ekonomi yang Dirilis BPS 

Menurut CELIOS, data pertumbuhan ekonomi triwulan-II 2025 yang dirilis oleh BPS menimbulkan indikasi adanya perbedaan

Tribunnews/Endrapta
KIRIM SURAT KE PBB - Lembaga penelitian independen Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mengirimkan surat permintaan investigasi pada Badan Statistik PBB, yakni United Nations Statistics Division (UNSD) dan United Nations Statistical Commission, untuk mengaudit data pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS). 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga penelitian independen Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mengirimkan surat permintaan investigasi pada Badan Statistik PBB, yakni United Nations Statistics Division (UNSD) dan United Nations Statistical Commission, untuk mengaudit data pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS).

Langkah tersebut diambil karena CELIOS melihat ada kejanggalan dalam data pertumbuhan ekonomi triwulan-II 2025 yang dikeluarkan BPS.

Menurut CELIOS, data pertumbuhan ekonomi triwulan-II 2025 yang dirilis oleh BPS menimbulkan indikasi adanya perbedaan dengan kondisi riil perekonomian Indonesia.

Baca juga: BPS Catat Pertumbuhan Ekonomi 5,12 Persen, Fraksi PKB: Harus Diperkuat Sektor Produktif Rakyat

Sebagai lembaga pemerintah yang tunduk pada standar statistik internasional, BPS dinilai perlu bebas dari kepentingan politik, transparan dan menjaga integritas data.

“Surat yang dikirimkan ke PBB memuat permintaan untuk meninjau ulang data pertumbuhan ekonomi pada triwulan ke-II 2025 yang sebesar 5,12 persen year-on-year," kata Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira dalam keterangan tertulis, Jumat (8/8/2025).

Bhima menyebut CELIOS telah mencoba melihat ulang seluruh indikator yang disampaikan BPS.

Mereka pun menemukan industri manufaktur tumbuh tinggi, padahal PMI Manufaktur tercatat kontraksi pada periode yang sama.

Porsi manufaktur terhadap PDB juga rendah, yakni 18,67 persen dibanding triwulan ke-I 2025 yang sebesar 19,25 persen, yang artinya deindustrialisasi prematur terus terjadi.

Kemudian, data PHK massal terus meningkat dan industri padat karya terpukul oleh naiknya berbagai beban biaya.

"Jadi apa dasarnya industri manufaktur bisa tumbuh 5,68 persen yoy? Data yang tidak sinkron tentu harus dijawab dengan transparansi," ujar Bhima.

Anomali Terkait Data Historis

Direktur Ekonomi CELIOS Nailul Huda menyebutkan bahwa ketidakpercayaan terhadap data BPS didasari pada anomali yang terjadi terkait dengan data historis.

Menurut dia, pertumbuhan ekonomi triwulan II yang lebih tinggi dibandingkan triwulan yang ada momen Ramadhan-Idul Fitri terasa janggal.

Hal itu dikarenakan tidak seperti tahun sebelumnya di mana pertumbuhan triwulanan paling tinggi merupakan triwulan dengan ada momen Ramadhan-Idul Fitri.

"Triwulan I-2025 saja hanya tumbuh 4,87 persen year on year, jadi cukup janggal ketikabpertumbuhan triwulan II mencapai 5,12 persen," kata Huda.

Dengan sumbangan mencapai 50 persen dari PDB, ia menilai janggal pertumbuhan
konsumsi rumah tangga triwulan I 2025 hanya 4,95 persen, tapi pertumbuhan ekonomi di angka 4,87 persen.

Ia menyebut tidak ada momen yang membuat peningkatan konsumsi rumah tangga meningkat tajam.

"Indeks keyakinan konsumen (IKK) juga melemah dari Maret 2025 sebesar 121,1 turun menjadi 117,8 (Juni 2025)," ujar Huda.

Dampak Jika Data Tidak Akurat

Direktur Kebijakan Fiskal CELIOS Media Wahyudi Askar menyebutkan jika terjadi tekanan institusional atau intervensi dalam penyusunan data oleh BPS, itu bertentangan dengan Fundamental Principles of Official Statistics yang diadopsi oleh Komisi Statistik PBB.

Menurut dia, data yang kredibel bukan hanya persoalan teknis, tetapi berdampak langsung terhadap kredibilitas internasional Indonesia, dan kesejahteraan rakyat.

Ia mengatakan, data ekonomi yang tidak akurat, khususnya jika pertumbuhan dilebih-lebihkan, dapat menyesatkan pengambilan kebijakan.

"Bayangkan, dengan data yang tidak akurat, Pemerintah bisa keliru menunda stimulus, subsidi, atau perlindungan sosial karena menganggap ekonomi baik-baik saja," kata Media.

"Pelaku usaha, baik itu besar dan UMKM, para investor dan masyarakat pasti akan bingung dan terkena dampak negatif," jelasnya.

CELIOS berharap United Nations Statistics Division (UNSD) dan UN Statistical Commission segera melakukan investigasi teknis atas metode penghitungan PDB Indonesia, khususnya triwulan II-2025.

Mereka juga berharap UNSD dan UN Statistical Commission mendorong pembentukan mekanisme peer-review yang melibatkan pakar independen, serta dukungan reformasi transparansi di tubuh BPS.

"Keinginan masyarakat itu sederhana, agar pemerintah Indonesia menghitung pertumbuhan ekonomi dengan standar SDDS Plus, sehingga datanya dapat dipertanggungjawabkan," ujar Media.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan