Soal Merger dengan Pelita Air, Bos Garuda Indonesia: Masih Penjajakan Awal
Pertamina akan lebih fokus kepada core bisnis Pertamina pada bidang oil and gas dan renewable energy, sehingga membuka peluang merger.
Penulis:
Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor:
Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Wamildan Tsani buka suara mengenai rencana merger dengan Pelita Air.
Dalam surat resmi bernomor GARUDA/JKTDZ/20738/2025 yang dikirimkan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Wamildan mengatakan saat ini Perseroan sedang berfokus pada penyehatan kinerja.
Penyehatan kinerja dilakukan melalui perbaikan ekuitas, optimalisasi aksi strategis seperti restorasi armada, pemulihan ekosistem usaha, serta peningkatan trafik penumpang.
Terkait dengan perkembangan proses merger, hingga saat ini ia menyebut masih dalam proses diskusi tahap awal bersama pihak-pihak terkait.
Baca juga: Erick Thohir Serahkan Urusan Merger Pelita Air dengan Garuda Indonesia ke Danantara
Merger adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan di bawah satu kepemilikan.
"Sementara itu terkait dengan wacana konsolidasi BUMN sektor penerbangan hingga saat ini masih berada di tahap awal penjajakan," kata Wamildan dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (16/9/2025).
"Terkait hal tersebut, Perseroan masih terus berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan terkait," sambungnya.
Wamildan belum bisa menyampaikan target waktu yang direncanakan dari proses merger ini.
Progres dari rencana merger ini akan ia sampaikan lebih lanjut apabila terdapat perkembangan signifikan.
"Dampak dari aksi korporasi ini akan Perseroan ketahui setelah dilakukannya kajian yang komprehensif mengenai hal tersebut, yang dapat dilakukan oleh Perseroan bersama pihak-pihak terkait lainnya di fase selanjutnya dari tahap penjajakan," ujar Wamildan.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri mengatakan anak usahanya di sektor penerbangan, Pelita Air, akan digabung dengan Garuda Indonesia.
Keputusan tersebut diambil karena Pertamina ingin lebih fokus pada bisnis inti mereka di bidang minyak dan gas serta energi terbarukan.
"Pertamina akan lebih fokus kepada core bisnis Pertamina pada bidang oil and gas dan renewable energy," katanya saat rapat bersama Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (11/9/2025).
Pelita Air akan di-spin off dan digabung dengan perusahaan lainnya yang sejenis.
"Dengan demikian, untuk beberapa usaha kami akan spin off dan tentunya mungkin akan di bawah koordinasi dari Danantara akan kita gabungkan clustering dengan perusahaan-perusahaan sejenis," ujar Simon.
"Sebagai contoh, untuk airline kami sedang penjajakan awal untuk penggabungan dengan Garuda Indonesia," sambungnya.
Tidak hanya sektor penerbangan, Simon juga mengungkapkan bahwa Pertamina akan melepas sejumlah bisnis lain yang tidak terkait dengan energi.
Beberapa di antaranya adalah anak usaha Pertamina di bidang asuransi, pelayanan kesehatan, hingga hospitality.
"[Tentu] akan mengikuti roadmap yang sudah dipersiapkan oleh Danantara," ucap Simon.
Sebelumnya pada 2023, rencana Pelita Air dimerger dengan Citilink sudah pernah mencuat.
Citilink merupakan maskapai low cost carrier (LCC) dan berada di bawah naungan Garuda Indonesia Group.
Kala itu, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan, Pemerintah terus mengupayakan aksi korporasi merger antara Citilink dan Pelita Air.
Tiko, sapaan akrab Kartika, mengungkapkan terdapat 2 opsi terkait penggabungan maskapai-maskapai pelat merah tersebut.
Opsi pertama, lisensi Pelita Air akan masuk ke dalam Citilink. Dan opsi yang kedua, seluruh maskapai BUMN yakni Citilink, Pelita Air, termasuk Garuda Indonesia masuk ke dalam Holding Pariwisata atau InJourney.
Namun kembali lagi, jika memilih opsi kedua harus menunggu kondisi kesehatan keuangan Garuda Indonesia pulih sepenuhnya.
"Enggak (batal merger) itu masih dalam kajian. Jadi ada dua opsi, opsinya Pelita masuk secara lisensi ke Citilink, atau Pelita ke InJourney, itu masih dikaji," ucap Tiko kepada wartawan, (6/11/2023).
"Dari saya mau ke ujungnya atau ke Citilink, tapi tergantung dari kemampuan Garuda restrukturisasi, kita akan reviu akhir tahun apakah garuda sudah sehat akhir tahun ini," sambungnya.
Diketahui, Garuda Indonesia tidak bisa bergabung dengan InJourney karena masalah keuangan yang tak sehat.
Selain itu, Garuda Indonesia harus kuat dan berkembang secara size sebelum bergabung ke InJourney.
Meski begitu, penggabungan Garuda Indonesia ke InJourney akan dilakukan secepatnya.
"Harus sehat. Karena kan sekarang ini baru saya reviu karena Garuda secara risk daripada rutenya sudah positif, artinya mereka sudah mulai casflow positif, tapi negatif ekuiti, jadi ekuiti itu kita bereskan dulu," pungkasnya.
Begini Jawaban Bos Boeing Soal Rencana Indonesia Borong 50 Pesawat |
![]() |
---|
Dukung NZE 2060, Pelita Air Mulai Gunakan Avtur Ramah Lingkungan Produksi Pertamina Patra Niaga |
![]() |
---|
Pelita Air Terbang Perdana ke Singapura, Tandai Ekspansi Rute Internasional |
![]() |
---|
Kolaborasi Mitsubishi, Garuda Indonesia dan Tahilalats Hadirkan Sky Explorer Lounge di GIIAS 2025 |
![]() |
---|
Menko Airlangga Sebut Garuda Indonesia Sudah Bayar Uang Muka Beli 50 Pesawat Boeing |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.