Strategi Indonesia Gencarkan Transaksi QRIS Bikin Takut Banyak Negara
Masifnya penggunaan QRIS untuk bertransaksi menjadi simbol keberhasilan digitalisasi sistem pembayaran di Indonesia.
Ringkasan Berita:
- Masifnya penggunaan QRIS untuk bertransaksi menjadi simbol keberhasilan digitalisasi sistem pembayaran di Indonesia.
- Saat ini QRIS sudah bisa digunakan di lima negara Asia, termasuk Jepang dan akan diperluas ke negara-negara lain seperti Uni Emirat Arab (UEA).
- Masifnya pemakaian QRIS dikhawatirkan menghambat kepentingan bisnis global Amerika Serikat.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, gencarnya pemakain sistem pembayaran digital QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) kini mendapat perhatian sejumlah negara.
Menurut dia, masifnya penggunaan QRIS untuk bertransaksi menjadi simbol keberhasilan digitalisasi sistem pembayaran di Indonesia.
Airlangga menjelaskan, pemerintah terus mendorong transformasi digital di sektor ekonomi, salah satunya lewat sistem pembayaran lintas negara (cross-border payment).
Saat ini QRIS sudah bisa digunakan di lima negara Asia, termasuk Jepang dan akan diperluas ke negara-negara lain seperti Uni Emirat Arab (UEA).
"Indonesia juga terus mendorong digitalisasi, salah satunya LCT di mana salah satunya dengan QRIS ini kita sudah tembus ke berbagai 5 negara Asia, termasuk Jepang. Juga di dorong negara UAE dan berbagai negara lain," kata Airlangga dalam acara CEO Insight menuju 16th Kompas100 CEO Forum powered by PLN, Selasa (4/11/2025).
Airlangga menyebut, popularitas QRIS membuat sejumlah negara lain waspada karena inovasi ini dinilai berkembang sangat cepat.
"QRIS saat ini sudah 56 juta penggunaannya, (jauh lebih banyak jika) dibandingkan pengguna kartu kredit yang 17 juta, QRIS sudah sekitar 56 juta. Makanya ditakutilah," jelasnya.
Masifnya pemakain QRIS di Indonesia sebelumnya jadi sorotan Pemerintah Amerika Serikat setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor resiprokal.
AS khawatir, GRIS dan GPN akan menghambat perdagangan luar negeri AS seperti disampaikan Pemerintah AS dalam National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers 2025 yang diterbitkan pada 31 Maret 2025.
Dalam laporan tersebut, Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) merinci hambatan perdagangan dari 59 negara mitra dagang AS, termasuk Indonesia.
Indonesia dituding menjalankan kebijakan yang dapat menghambat perdagangan digital dan elektronik, yang berpotensi memengaruhi perusahaan-perusahaan AS.
Baca juga: BI Luncurkan QRIS Tap Bisa Dipakai Naik Lima Moda Transportasi: KRL, MRT hingga LRT
Salah satunya, implementasi QRIS dan GPN yang menimbulkan kekhawatiran perusahaan penyedia jasa pembayaran dan bank asal AS karena memaksa penggunaan sistem dalam negeri dan mengecualikan opsi lintas batas, sehingga dinilai dapat menciptakan hambatan pasar.
Kekhawatiran ini ditimbulkan karena Bank Indonesia (BI) mewajibkan semua transaksi debit dan kredit ritel domestik diproses melalui lembaga switching GPN yang berlokasi di Indonesia dan berlisensi oleh BI.
Aturan soal GPN ini sesuai dengan Peraturan BI Nomor 19/08/2017.
Baca juga: Didominasi Milenial dan Gen Z, Adopsi QRIS untuk Pembayaran Digital Makin Meluas
| Serikat Pekerja Sikapi Makin Maraknya Transaksi Uang Elektronik, Ini Harapan ke Pengusaha |
|
|---|
| Nikmati Promo SPayLater Bayar QRIS, Transaksi Lebih Mudah dan Hemat Serba Seribu! |
|
|---|
| Promo SPayLater Bayar QRIS, Nikmati Diskon Hemat Serba Seribu! |
|
|---|
| Transaksi QRIS Kalahkan Kartu Kredit, Airlangga Sebut Bukti Kekuatan Ekonomi Digital Indonesia |
|
|---|
| Dari Belanja Harian hingga Nongkrong, Semua Lebih Mudah dengan QRIS |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.