Mayoritas Tambang Off-Grid di Indonesia Tergantung Diesel, Biaya Operasional Capai 50 Persen
Sebagian besar tambang off-grid di Indonesia masih mengandalkan genset diesel sebagai sumber energi utama.
Ringkasan Berita:
- Sebagian besar tambang off-grid di Indonesia masih mengandalkan diesel, dengan biaya bahan bakar mencapai 25–50 persen dari total operasional, mendorong kebutuhan alternatif energi lebih efisien.
- Teknologi PLTS dan BESS diterapkan untuk menekan biaya, mengurangi emisi, dan meningkatkan efisiensi jangka panjang.
- Selain itu, elektrifikasi armada melalui Fleet-as-a-Service dijadwalkan mulai 2025, namun tantangan investasi, infrastruktur, dan manajemen baterai tetap menjadi pertimbangan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Sebagian besar tambang off-grid di Indonesia masih mengandalkan genset diesel sebagai sumber energi utama.
Biaya bahan bakar dapat menyumbang 25–50 persen dari total biaya operasional, menimbulkan tekanan besar terhadap efisiensi dan profitabilitas perusahaan.
Kondisi ini mendorong perlunya alternatif energi yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
Baca juga: Kampung Berseri Astra Cidadap Jadi Contoh Perubahan dari Tambang Ilegal ke Geowisata Berkelanjutan
CEO Sun Energy E Jefferson Kuesar, menyatakan teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Battery Energy Storage System (BESS) dirancang untuk menekan biaya operasional sekaligus mengurangi ketergantungan pada diesel.
“Langkah ini strategis mengingat sektor tambang menjadi salah satu industri dengan konsumsi energi terbesar di Indonesia,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (22/11/20205).
Dikatakannya, inovasi energi rendah emisi memberi efisiensi jangka panjang dan membantu industri menghadapi tuntutan keberlanjutan global.
Jefferson mencontohkan beberapa proyek percontohan PLTS-BESS yang dimiliki Sun Energy, termasuk Containerized BESS dan sistem Solar PV Roll Up, sudah diterapkan di lebih dari 15 lokasi tambang.
Meski penghematan jangka panjang menjanjikan, investasi awal yang tinggi, keterbatasan infrastruktur, dan manajemen baterai tetap menjadi tantangan.
Baca juga: Sherly Tjoanda Akan Beri 1 Hektare Lahan untuk 1 Keluarga Terdampak Tambang: Saya Paham Mereka Marah
"Model pembiayaan fleksibel seperti power purchase agreement (PPA) dan layanan energi dapat membantu menurunkan beban modal (capex)," katanya.
Selain itu, elektrifikasi armada melalui konsep Fleet-as-a-Service (FaaS) dijadwalkan mulai beroperasi pada 2025, menawarkan pengurangan emisi tambahan.
Menurut pakar energi, elektrifikasi armada efektif menurunkan emisi gas buang dan konsumsi bahan bakar, tetapi kesiapan infrastruktur pengisian daya dan biaya kendaraan listrik menjadi faktor penting yang harus diperhitungkan.
Ditambahkannya, transformasi energi ini sejalan dengan target pemerintah Net Zero Emission 2060 dan kaidah pertambangan yang baik (UU No. 3/2020).
Tren pembiayaan global berbasis ESG mendorong percepatan adopsi teknologi rendah emisi, namun pakar industri menekankan bahwa keberhasilan green mining tergantung pada evaluasi menyeluruh terhadap biaya, keandalan operasional, dan dampak lingkungan, bukan sekadar adopsi teknologi baru.
Sumber: Tribunnews.com
| Jadwal dan Harga Tiket Kereta Bandara BIAS, Berlaku Mulai 17 Agustus 2025 |
|
|---|
| Survei GWM: Tank 300 Diesel Paling Menarik Perhatian Pengunjung GIIAS 2025 |
|
|---|
| GWM Tank 300 Diesel Diniagakan di GIIAS 2025, Varian 4x4 Dijual Rp 658.000.000 |
|
|---|
| Tak Bisa Pakai Oli Sembarangan, Mesin Diesel Commonrail Butuh Pelumas Lebih Encer |
|
|---|
| Transisi Energi Indonesia Terganjal Minimnya SDM Terampil di Sektor Energi Terbarukan |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.