Sabtu, 6 September 2025

Virus Corona

Soal Jokowi Tak Lakukan Lockdown, Alasan Pemerintah hingga Hal Penting Menurut Jusuf Kalla

Soal Presiden Jokowi tak lakukan lockdown, alasan pemerintah hingga hal yang penting menurut Jusuf Kalla.

Tribun Jabar/Gani Kurniawan
Warga membeli alat kesehatan untuk pencegahan menularnya virus corona (Covid-19) di Sakura Medical Center, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (17/3/2020). Meski penjualan sudah dibatasi kepada setiap pembeli, namun dengan membludaknya pembeli dari pagi hingga sore hari, terpaksa pihak toko memasang tulisan sejumlah produk tertentu habis, seperti masker, hand sanitizer, dan termometer. Di toko pusat layanan kesehatan ini pembelian sejumlah produk tertentu dibatasi, seperti pembelian masker maksimal 5 pcs, sedangkan hand sanitizer dan termometer hanya 1 pcs. Tribun Jabar/Gani Kurniawan 

TRIBUNNEWS.COM - Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan pemerintah saat ini belum akan melakukan lockdown terkait pencegahan penyebaran virus corona atau Covid-19.

Lantas, mengapa pemerintah belum berpikir melakukan lockdown?

Dikutip Tribunnews dari Kompas.com, Juru Bicara Wakil Presiden, Masduki Baidlowi, mengungkapkan alasan belum dilakukan lockdown.

Kebijakan lockdown, menurut Masduki, justru akan mematikan ekonomi rakyat.

Alasan inilah yang membuat pemerintah tidak menerapkan lockdown di tengah wabah Covid-19.

Baca: Jokowi Belum Terpikir Lockdown, Amankah Stok Pangan jika Cara Ini Diterapkan?

Baca: Seperti Jokowi, Luhut juga Sebut Tak Terpikir Lockdown: Setiap Negara Punya Masalah Sendiri

Ia pun mengatakan, Maruf Amin selaku Wakil Presiden, mengapresiasi kebijakan Presiden terhadap permasalahan ekonomi dalam negeri.

"Selama ini belum ada kebijakan lockdown sebagaimana ditegaskan Presiden."

"Wapres mengapresiasi kebijakan Presiden dan kaitannya terhadap persoalan ekonomi dalam negeri, kalau sampai lockdown akan memukul dan mematikan ekonomi rakyat," tutur Masduki di Kantor MUI, Jakarta, Selasa (17/3/2020).

"Salah satunya (belum lockdown karena pertimbangan ekonomi)."

"Kalau sampai lockdown, ekonominya terhenti," imbuh dia.

Masduki kemudian mengatakan, yang terpenting sekarang ini adalah meningkatkan kewaspadaan.

Sementara itu, mantan wakil presiden RI, Jusuf Kalla, menyebutkan masalah terpenting pemerintah terkait virus corona adalah kondisi sebenarnya saat ini.

Jusuf Kalla pun memberikan contoh negara Korea Selatan.

"Bukan soal lockdown atau tidak, beberapa hal perlu membatasi."

"Pertama kita harus mengetahui dulu kondisi sebenarnya. Sebagai contoh, Korea sudah memeriksa lebih dari 200 ribu rakyatnya sehingga diketahui ada 8000 yang kena."

Baca: Lockdown Dimulai Hari Ini, Malaysia justru Diminta Tak Ikuti Langkah China

Baca: Jokowi Belum Berpikir Lockdown, Ahli Sebut Social Distancing Lebih Penting

"Kita baru sempat mengetes lebih 1000 sehingga tentu itu yang didapat tidak banyak," bebernya, dilansir tayangan YouTube tvOne news dikutip Tribun Bogor.

"Sangat baik dan sudah dijalankan bahwa pemerintah memperbanyak tempat pemeriksaan, tempat tes."

"Kalau mengetahui keadaan sebenarnya baru pemerintah bisa ambil tindakan," imbuhnya.

Seperti diketahui, Jokowi menegaskan kebijakan lockdown hanya bisa diambil pemerintah pusat.

Ia pun mengatakan, pemerintah daerah dilarang melakukan keputusan tersebut.

Tak hanya itu, keputusan besar juga harus dibahas dengan pemerintah pusat.

"Kebijakan lockdown, baik di tingkat nasional dan tingkat daerah, adalah kebijakan pemerintah pusat," kata Jokowi dalam jumpa pers di Istana Bogor, Senin (16/3/2020), dilansir Kompas.com.

"Kebijakan ini tak boleh diambil oleh pemda, dan tak ada kita berpikiran untuk kebijakan lockdown," tegasnya.

Jokowi pun mengatakan saat ini yang terpenting adalah melakukan aktivitas dari rumah.

"Kebijakan belajar dari rumah kerja dari rumah dan ibadah di rumah perlu terus kita gencarkan untuk menghindari Covid-19 dengan tetap mempertahankan pelayanan kepada masyarakat," beber dia.

Baca: Ridwan Kamil Ungkap Jawa Barat Sudah Siapkan Skenario Jika Terjadi Lockdown, Stok Pangan Aman

Baca: Pengamat Politik Kritik Jokowi yang Tak Lockdown meski Ada Virus Corona: Jangan Mikir Politisasi

Perlu pertimbangan

Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, mengungkapkan ada beberapa pertimbangan jika akan melakukan lockdown.

Hal ini berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.

"Mulai dari pertimbangan efektivitas kemudian tingkat epidemi sampai kepertimbangan ekonomi, sosial budaya dan keamanan," terang Tito saat konferensi pers, Selasa, dilansir KompasTV yang dikutip Tribunnews.

Karena ekonomi berkaitan langsung dengan masalah moneter dan fiskal, Tito pun mengungkapkan lockdown menjadi kewenangan pusat.

Sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014.

"Sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014, menjadi urusan pemerintahan absolut yang merupakan kewenangan dari pemerintah pusat dalam hal ini Bapak Presiden," tandasnya.

Ia pun mengingatkan pemerintah daerah untuk berkoordinasi dulu dengan pemerintah pusat, melalui Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Corona, jika ingin melakukan karantina wilayah.

"Untuk karantina kewilayahan, pembatasan wilayahnya, kepala daerah untuk mengonsultasikan kepada pemerintah pusat," terang Tito.

Update corona di Indonesia

Per Selasa sore, total pasien positif corona di Indonesia bertambah menjadi 172 orang.

Jumlah ini bertambah sebanyak 38 kasus baru dari angka awal, 134 pasien.

"Data terakhir yang kita rilis adalah 134 dengan angka kematian 5 orang," terang Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona, Achmad Yurianto, Selasa, dilansir Tribunnews.

Pada 15 Maret 2020, dilaporkan ada kasus baru sebanyak 12 pasien.

Kemudian, 20 orang yang diperiksa Badan Litbang Kesehatan dinyatakan positif.

Terakhir, enam pasien positif lainnya diperiksa di Universitas Airlangga.

"Ada penambahan kasus baru sebanyak 20 orang dari pemeriksaan spesimen yang dilakukan Badan Litbang Kesehatan."

"Dan ditambah 6 orang dari spesimen yang diperiksa Universitas Airlangga," ungkap Yuri.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Nanda Lusiana Saputri/Miftah, Tribun Bogor/Mohamad Afkar S, Kompas.com/Deti Mega Purnamasari/Ihsanuddin)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan