Virus Corona
Pfizer Bermitra Dengan Biovac Afrika Selatan untuk Produksi Vaksin Covid-19 Afrika pada 2022
Biovac, Pfizer dan perusahaan bioteknologi Jerman BioNTech sepakat memproduksi vaksin virus corona (Covid-19) bersama, mulai 2022 mendatang.
Penulis:
Fitri Wulandari
Editor:
Anita K Wardhani
Namun ia mencatat bahwa kerja sama ini 'jelas tidak cukup untuk mencapai kemandirian vaksin di benua Afrika', karena Pfizer dan BioNTech masih belum setuju untuk berbagi teknologi yang cukup untuk membiarkan Afsel membuat vaksinnya secara mandiri.
Sejauh ini, Afsel dan India telah memimpin gerakan lebih dari 80 negara dalam meyakinkan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk mengabaikan perjanjian Aspek Terkait Hak Kekayaan Intelektual (TRIPS), yang mencegah versi obat generik dibuat di negara miskin dan berkembang.
Padahal jika negara miskin dan berkembang diizinkan memproduksi obat yang cukup murah, tentu ini bisa dijangkau banyak negara miskin di dunia.
Namun faktanya adalah saat ini negara dari dunia ketiga harus membeli obat yang diproduksi dari perusahaan farmasi yang berasal dari negara kategori 'Dunia Pertama'.
Bahkan seringkali obat tersebut ditawarkan dengan harga yang sama dengan pembeli yang berasal dari sesama negara maju yang masuk dalam kategori Dunia Pertama.
Meningkatkan Produksi
Pada akhir Mei lalu, Presiden Afrika Selatan (Afsel) Cyril Ramaphosa sempat menggelar konferensi pers dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Ia mengatakan bahwa Afrika tidak bisa diam saja dan hanya menunggu giliran 'paling belakang' dalam upaya mendapatkan vaksin Covid-19.
Karena mereka terus berpacu dengan waktu saat setiap harinya ada banyak nyawa yang harus dipertaruhkan.
"Vaksin baru saja mengalir ke Afrika, kita tidak bisa terus menunggu di bagian belakang antrian. Semakin lama kita menunggu, semakin banyak nyawa yang kita pertaruhkan," tegas Cyril.
Perlu diketahui, sejauh ini Afsel baru melakukan vaksinasi pada 5 persen dari 59 juta populasinya.
Mirisnya, di seluruh benua Afrika, hanya kurang dari 2 persen orang Afrika yang telah divaksinasi terhadap virus tersebut.
Sementara itu, ada banyak negara yang telah menerima vaksin hasil sumbangan dari negara lain melalui program COVAX yang diinisiasi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), namun langsung kehabisan stok.
Mereka terus 'membunyikan alarm' pada bulan lalu dan menyatakan lebih dari separuh jumlah negara yang didukung fasilitas COVAX saat ini berada dalam risiko kehabisan dosis.
Afsel sudah sangat bergantung pada Pfizer untuk program vaksinasinya dan telah membayar untuk 40 juta dosis.