Selasa, 16 September 2025

Rafli, Anak Yatim dan rintihan Aceh di masa konflik

Mewarisi musik tradisional secara turun-temurun, Rafli menggali musik tradisional Aceh dan memadukannya dengan musik modern. Sebagian karyanya mewakili kegetiran Aceh di masa konflik.

Dibesarkan dalam keluarga seniman yang mendalami musik tradisional, Rafli menggali khazanah musik tradisional Aceh dan kemudian memadukannya dengan musik modern.

Sebagian karya legendarisnya juga mewakili kegetiran Aceh saat wilayah itu dilanda konflik bersenjata yang berkepanjangan.

Ketika tsunami meluluhlantakkan Aceh sepuluh tahun silam, lagu berjudul Anak Yatim -yang mirip rintihan itu- mampu menyihir dan memeras emosi sebagian masyarakat Indonesia.

Berulang-ulang diputar oleh sebuah televisi swasta, lagu ini saat itu sekaligus membuat pencipta dan pelantunnya, yaitu Rafli, semakin dikenal oleh masyarakat banyak -- tidak semata di Aceh.

Pria kelahiran tahun 1967 di Samadua, Aceh ini menciptakan lagu tersebut ketika konflik bersenjata mendera Aceh yaitu tepatnya pada 1999.

"Ini syair yang merespon persoalan gejolak politik di Aceh. Ada pesan perdamaian yang saya sampaikan melalui lagu ini," kata Rafli, Jumat (27/02) kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, melalui sambungan telepon.

Mampu menyedot perhatian masyarakat dua tahun kemudian, tetapi lagu sendu ini mencapai puncaknya saat tsunami melanda Aceh dan kelak selalu diputar dalam setiap peringatan bencana itu.

Selain muatan liriknya, Rafli mengaku lagu ini memiliki kekuatan pada irama yang dia warisi secara turun-temurun dari musik tradisional Aceh.

"Ada melodi, ada irama lokal pada lagu ini yang sangat kuat membumi pada masyarakat Aceh," kata mantan guru sekolah agama setingkat sekolah dasar ini.

Irama batin

Saat peringatan 10 tahun tsunami pada Desember 2014 lalu, lagu Anak Yatim ini diputar kembali dalam acara resmi di Banda Aceh.

Dan seperti sepuluh tahun silam, lagu ini tetap mampu menyedot emosi sebagian pendengarnya -sampai sekarang.

"Ini memang benar-benar irama batin. Karena saat itu kita hidup dalam konflik yang menggelisahkan. Ada kegelisahan yang harus dituangkan dalam senandung-senandung itu," ungkap pendiri grup musik Kande ini.

Namun demikian, ungkap Rafli, tidaklah gampang menuangkan senandung seperti itu dalam suasana konflik di Aceh di masa itu.

"Apalagi dengan syair yang gamblang. Iramanya saja sampai dicurigai. Saya merasakan itu (dicurigai oleh aparat)," ungkap Rafli yang kini menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Aceh.

Halaman
123
Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan