Anak ateis dikeluarga Muslim dan kisah keluarga asuh lain
Rebecca Brown -seorang remaja kulit putih Inggris- yang ateis belajar bahasa Urdu untuk menjadi lebih dekat dengan orang tua angkatnya yang
"Kami hilang," tambahnya. "Tugas orang tua asuh adalah menemukan kami lagi, tapi mereka benar-benar kehilangan karena mereka tidak tertarik pada siapa kami sebelum tiba di sana.
"Kami tidak merayakan Natal."
Namun keluarga tersebut juga tidak mengenalkan budaya mereka kepadanya.
"Jika ada yang merusak kami lebih jauh, itu adalah mereka menjaga jarak terkait siapa mereka."
"Kami melihat mereka berdoa tapi tidak terlalu mengerti mengapa mereka melakukannya, atau apa itu, dan kami hanya menirunya."
Kebutuhan budaya
Kevin Williams, direktur Fostering Network -lembaga orang pengasuhan anak- mengatakan selama 20 tahun terakhir ada pemahaman yang jauh lebih besar tentang kebutuhan untuk mendukung 'budaya dan kepercayaan' anak asuh.
Orang tua asuh dilatih untuk memastikan mereka siap merawat anak dari semua latar belakang dan para pekerja sosial bertindak sebagai pengaman.
Williams menegaskan bahwa orang tua asuh seharusnya 'tidak memaksakan agama kepada anak-anak' tapi -jika mereka religius- mereka dapat berbicara dengan anak tentang agama, karena merupakan hal yang penting bagi mereka untuk mendapatkan 'pengalaman yang berbeda'.
"Kami ingin anak-anak dicocokkan semaksimal mungkin dengan keluarga yang mengasuh -termasuk kebutuhan agama dan budaya- tapi ini tidak selalu mungkin," jelas Williams.
- Kisah dua keluarga muslim penjaga pintu gereja di Yerusalem
- Jadi viral: Perempuan Muslim yang hadapi pendemo rasis dengan senyum
- Peningkatan segregasi sosial di Inggris mengkhawatirkan
Dia berharap makin banyak keluarga Muslim yang menjadi orang tua asuh sehingga mereka dapat merawat anak-anak dari berbagai agama dan kepercayaan.
Dan Rebecca Brown -remaja perempuan ateis tadi- menyerukan orang untuk tidak berpandangan negatif terhadap Muslim yang jadi keluarga asuh.