Erdogan dan Trump Setuju Percepat Pembahasan soal Zona Keamanan di Turki-Suriah
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden AS Donald Trump telah melakukan pembahasan mengenai zona keamanan di Timur Laut Suriah.
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, ANKARA - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah melakukan pembahasan mengenai zona keamanan di Timur Laut Suriah.
Keduanya setuju untuk mempercepat perundingan mengenai hal itu melalui sambungan telepon.
Seperti yang disampaikan administrasi Turki pada hari Minggu kemarin.
Dikutip dari laman Sputnik News, Senin (21/1/2019), partai-partai pun telah sepakat mengambil sejumlah langkah untuk melenyapkan sisa-sisa kelompok teroris Daesh atau ISIS di Suriah dan mencegah kembali munculnya generasi terbaru ISIS.
Selain itu, Erdogan juga mengungkapkan rasa belasungkawanya kepada Trump terkait tewasnya anggota pasukan AS karena serangan teroris yang terjadi di Manbij.
Baca: Abu Bakar Baayir Enggan Tandatangani Janji Setia Kepada Pancasila, Sekjen PDIP: Tidak Bisa Ditawar
Ia menambahkan, provokasi tersebut bertujuan mempengaruhi keputusan Trump untuk segera menarik pasukan AS dari Suriah.
Pada hari Selasa lalu, Erdogan sebelumnya telah mengatakan bahwa ia mengusulkan penciptaan zona penyangga seluas 30 kilometer atau 18 mil di Suriah.
Usulan tersebut disampaikan melalui percakapan telepon.
Ia mengakui bahwa dirinya memiliki inisiatif yang sama saat Presiden AS sebelumnya, Barack Obama masih memimpin, namun usulan tersebut tidak pernah terlaksana.
Sehingga menurut Erdogan, saat ini zona keamanan masa depan akan dikendalikan oleh militer negara itu.
Sementara itu pada Desember 2018, Erdogan juga telah mengumumkan bahwa Turki siap untuk melancarkan operasi militer terhadap para pejuang Kurdi di tepi Timur Sungai Eufrat serta di Manbij Suriah yang terletak di perbatasan Turki.
Hal itu dilakukan jika AS tidak memindahkan milisi dari sana.
Namun kemudian ia mengubah pernyataannya dan mengatakan bahwa Turki telah memutuskan untuk menunda dimulainya operasi militer di Suriah setelah melakukan percakapan telepon dengan Trump pada 14 Desember lalu.
Saat itu Trump juga mengungkapkan rencananya untuk menarik pasukan dari Suriah.
Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG) meninggalkan kawasan Manbij pada akhir tahun lalu ditengah kekhawatiran bahwa Turki akan melancarkan operasi militer di sana untuk melawan mereka.
Kota tersebut saat ini dikendalikan oleh Damaskus.
Presiden Trump mengumumkan pada Desember lalu bahwa sekitar 2.000 pasukan angkatan darat AS di Suriah akan ditarik dalam waktu satu bulan.
Keputusan itulah yang akhirnya mendorong Menteri Pertahanan AS James Mattis mengundurkan diri dari jabatannya.
Menyusul pengumuman Trump, para penasihat dalam pemerintahannya dikabarkan buru-buru memperlambat atau berupaya menggagalkan penarikan dengan memberi peringatan bahwa ISIS belum kalah.
Meskipun kelompok teroris itu telah kehilangan sekitar 99 persen wilayah yang pernah dikuasai.