Kisah kematian remaja Jepang di AS: 'Dia mengetuk pintu yang salah di hari Halloween'
Yoshihiro Hattori ditembak tak lama setelah tiba di Amerika Serikat untuk program pertukaran pelajar. Kematiannya mengubah kebijakan pemerintah
Namun menurut keluarga Haymaker, Yoshi membuat impresi menawan dalam awal perjumpaan mereka.
"Yoshi begitu bersemangat, dia sangat ekstrovert. Anak-anak di SMA McKinley menyukai Yoshi karena dia memiliki jiwa yang bebas," kata Holley.
Dick juga mempunyai penilaian yang sama. "Dia adalah sosok yang benar-benar luar biasa. Dia begitu hidup. Dia melewati hari seperti seorang penari," ujarnya.
Di kampung halamannya, Yoshi merupakan pemain rugby. Namun saat di AS, dia mendaftar ke kelas tari jazz.
Holley memberinya sepeda berlampu dan helm agar Yoshi dapat berkendara secara mandiri untuk menghadiri kelas.
"Dia dulu sangat terkenal di antara peserta kelas jazz," kata Holley.
Anak laki-laki dari keluarga Haymeker, Webb, kala itu juga berusia 16 tahun. Ia menyebut Yoshi sangat bergairah menyelami pengalaman hidup baru.
Menurut Webb, Yoshi selalu berusaha mendapat kawan di berbagai tempat baru yang dikunjunginya.
Yoshi dan Webb menghadiri festival musik blues September 1992. Kala itu Yoshi bergumul dengan sejumlah peserta pertukaran pelajar lain asal Jepang.
Beberapa pekan setelahnya, mereka diundang ke pesta perayaan Halloween di Baton Rouge, kawasan di sisi timur laut kota Central.
'Kami datang untuk berpesta'
Sabtu, 17 Oktober 1992, Dick dan Holley pergi ke bioskop ketika Yoshi dan Webb bersiap menghadiri pesta.
Yoshi mengenakan pakaian yang dipakai John Travolta pada film Saturday Night Fever. Ketika itu, kata Webb, Yoshi menghabiskan banyak waktu untuk menonton film John Travolta.
Adapun, Webb berpakaian seperti korban kecelakaan lalu lintas. Ia memakai penyangga leher dan beberapa perban.
Mereka lalu berangkat dan mencari lokasi pesta. "Akhirnya kami tiba di suatu jalan. Kami melihat rumah itu memasang dekorasi Halloween," kata Webb.