Selasa, 2 September 2025

Virus Corona

Kisah di Balik Perang Lawan Covid-19 di Wuhan: Tutupi Fakta hingga Pemecatan Pejabat Pemerintah

Zhong mengatakan pemerintah China tidak boleh berpuas diri, karena masih ada bahaya gelombang ke dua yang besar.

Penulis: Febby Mahendra
Editor: Dewi Agustina
Hector RETAMAL / AFP
Foto dari udara menunjukkan laboratorium BSL-4 di Institut Virologi Wuhan di Wuhan di Provinsi Hubei Tengah Cina pada 17 April 2020. Laboratorium epidemiologi P4 dibangun bekerja sama dengan perusahaan bio-industri Prancis Institut Merieux dan Akademi Ilmu Pengetahuan China . Fasilitas ini adalah di antara segelintir laboratorium di seluruh dunia yang dibuka untuk menangani patogen Kelas 4 (P4) - virus berbahaya yang berisiko tinggi penularan dari orang ke orang. 

Otoritas kesehatan di Wuhan juga menyebut wabah itu dapat dicegah dan dikendalikan.

Sebagai anggota tim ahli yang dikirim NHC untuk menyelidiki wabah awal, Zhong mengunjungi Wuhan pada 18 Januari.

Baca: Putra Sulung Wishnutama Sabian Tama Ulang Tahun ke-25, Awkarin Beri Kejutan Spesial

Dia mengatakan banyak mendapat telepon dari dokter dan mantan mahasiswa, memperingatkan situasinya jauh lebih buruk daripada laporan resmi.

"Pemerintah setempat, mereka tidak suka mengatakan yang sebenarnya pada waktu itu. Pada awalnya mereka diam, dan kemudian saya berkata mungkin kita memiliki (lebih banyak) orang yang terinfeksi," kenang Zhong.

Tim medis memeriksa seorang pasien yang terinfeksi virus corona di Rumah Sakit Jinyintan Wuhan pada 26 Januari 2020.
Tim medis memeriksa seorang pasien yang terinfeksi virus corona di Rumah Sakit Jinyintan Wuhan pada 26 Januari 2020. (EPA-Efe/STR)

Pejabat Dipecat

Ia curiga ketika jumlah kasus yang dilaporkan secara resmi di Wuhan tetap pada angka 41 selama lebih dari 10 hari. Padahal saat itu infeksi Covid-19 sudah muncul di luar China.

"Saya tidak percaya hasil itu, jadi saya (terus) bertanya. Saya minta mereka memberi saya angka sebenarnya. Ku rasa mereka sangat enggan menjawab pertanyaanku."

Di Beijing dua hari kemudian, pada 20 Januari, ia diberi tahu jumlah kasus di Wuhan menjadi 198, tiga orang meninggal, dan 13 pekerja medis terinfeksi.

Baca: Italia-Spanyol Izinkan Toko, Resto dan Hotel Beroperasi Lagi, Pelanggan Harus Pakai Masker

Dalam pertemuan dengan pejabat pemerintah pusat, termasuk Perdana Menteri China Li Keqiang, pada hari yang sama, ia mengusulkan lockdown di Wuhan untuk membendung penyebaran virus.

Langkah itu belum pernah terjadi sebelumnya. Pemerintah pusat melakukan karantina wilayah di Wuhan pada 23 Januari, kemudian membatalkan semua penerbangan, kereta api dan bus serta memblokir pintu masuk jalan raya utama.

Dalam sebuah wawancara dengan CCTV pada 27 Januari, Wali Kota Wuhan Zhou Xianwang mengakui pemerintahnya tidak mengungkapkan informasi tentang virus corona kepada publik secara tepat waktu.

Personel keamanan yang mengenakan APD berdiri di depan Rumah Sakit Leishenshan Wuhan di Wuhan, di provinsi Hubei tengah Cina pada 11 April 2020.
Personel keamanan yang mengenakan APD berdiri di depan Rumah Sakit Leishenshan Wuhan di Wuhan, di provinsi Hubei tengah Cina pada 11 April 2020. (Noel Celis / AFP)

"Sebagai pemerintah daerah, kami hanya dapat mengungkapkan informasi setelah diberi wewenang," katanya.

Pada Februari, China memecat beberapa pejabat senior di tengah kritik yang meluas terhadap penanganan wabah oleh pemerintah setempat.

Mereka yang dipecat termasuk dua pejabat yang bertanggung jawab atas Komisi Kesehatan Provinsi, serta Ketua Partai Komunis China di Wuhan dan Provinsi Hubei, menurut Kantor Berita Xinhua.

Baca: Mobil Listrik BMW i4 Akan Miliki Tenaga dan Torsi Lebih Besar dari M4

Meski mengakui adanya upaya menutupi kondisi sebenarnya di masa awal wabah, Zhong menolak tuduhan statistik resmi China tidak dapat diandalkan.

Halaman
123
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan