Polisi Hong Kong Tembakkan Gas Air Mata ke Ribuan Orang yang Turun ke Jalan di Tengah Pandemi Corona
Polisi Hong Kong menembakkan gas air mata ke arah demonstran ketika ribuan orang turun ke jalan.
Penulis:
Andari Wulan Nugrahani
Editor:
Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Polisi Hong Kong menembakkan gas air mata ke arah demonstran ketika ribuan orang turun ke jalan.
Mereka memprotes rencana kontroversial Beijing terkait pemberlakukan undang-undang keamanan nasional di pusat ekonomi semi-otonom.
Gambar yang diposting di media sosial, Minggu (24/5/2020) menunjukkan pengunjuk rasa berkumpul di Causeway Bay dan distrik Wan Chai yang padat.
Dikutip Tribunnews dari Al Jazeera, para demonstran membentuk barikade darurat dan meneriakkan slogan-slogan, seperti "Lima tuntutan, tidak kurang".
Sehubungan dengan tuntutan mereka, termasuk penyelidikan dugaan aksi brutal polisi terhadap para demonstran anti-pemerintah tahun lalu.
Baca: China Bersiap Ambil Tindakan Balasan Terhadap AS Jika Rusak Kepentingan di Hong Kong
Baca: Antisipasi Situasi Memanas, KJRI Hong Kong Minta WNI Waspada

Lebih jauh, truk-truk meriam air dan kendaraan polisi lapis baja terlihat di Causeway Bay.
Sementara di Wan Chai, polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan, setelah pengunjuk rasa berusaha memblokir jalan.
Media lokal melaporkan bahwa lebih dari 100 orang ditahan.
"Ini adalah demonstrasi besar pertama di Hong Kong sejak COVID-19 merebak di sini," kata koresponden Al Jazeeera, Adrian Brown, yang melaporkan dari situs protes.
"Para pengunjuk rasa tidak hanya menentang aturan sosial," tambahnya.
"Mereka juga menentang perintah polisi Hong Kong untuk tidak mengadakan majelis tidak sah ini, dan, tentu saja, mereka sekali lagi menentang Beijing," katanya.
Guncangan Protes Besar-besaran 2019
Lebih jauh, undang-undang yang direncanakan untuk melarang pengkhianatan, subversi dan hasutan, dan muncul setelah Hong Kong berbulan-bulan diguncang protes besar (2019).
Proposal Beijing pada Kamis, mengirim 'angin dingin' melalui pasar keuangan dan mendapat teguran keras dari pemerintah asing, kelompok hak asasi manusia internasional dan beberapa lobi bisnis.
Dalam menyusun undang-undang baru yang ketat, yang juga bisa melihat pendirian badan intelijen pemerintah China di pusat keuangan,
Beijing akan menghindari badan pembuat hukum Hong Kong, Dewan Legislatif.
Langkah ini telah memicu kekhawatiran akan nasib formula "satu negara, dua sistem" yang telah memerintah Hong Kong sejak kembali ke pemerintahan China pada tahun 1997, yang menjamin kebebasan luas kota itu tidak terlihat di daratan.

Opsi Nuklir
Beberapa komentator lokal menggambarkan proposal itu sebagai "opsi nuklir" yang merupakan bagian dari permainan kekuasaan tinggi Presiden China Xi Jinping.
Serangan balasan meningkat pada hari Sabtu ketika hampir 200 tokoh politik dari seluruh dunia.
Mereka mengatakan dalam sebuah pernyataan, undang-undang yang diusulkan merupakan "serangan komprehensif terhadap otonomi kota, supremasi hukum dan kebebasan mendasar".
"Jika komunitas internasional tidak dapat mempercayai Beijing untuk menepati janjinya ketika datang ke Hong Kong, tulis mereka (200 tokoh politik).
"Orang-orang akan enggan untuk mengambil kata pada hal-hal lain," tulis mereka.
Pernyataan itu, yang juga ditandatangani oleh Gubernur Inggris-Hong Kong, Chris Patten.
Ia mengatakan undang-undang yang diusulkan itu merupakan pelanggaran mencolok, dari Deklarasi Bersama Tiongkok-Inggris yang mengembalikan Hong Kong ke China pada tahun 1997.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)