Cerita Pengungsi Rohingya Terkatung-katung di Laut, Jenazah Dibuang ke Laut di Malam Hari
Para penyelundup manusia yang membawa mereka, menjanjikan membawa ke Malaysia.
Editor:
Hasanudin Aco
Lalu satu malam di bulan Februari, ia menerima telepon yang ia tunggu-tunggu.
“Saya disuruh ke halte bus Teknaf”.
Ia merahasiakan niatnya, lalu membungkus baju dan perhiasan emas di tas kecil.
“Saya bilang kepada teman-teman dan tetangga saya pergi untuk berobat,” katanya kepada BBC.
Sambil menyeret anak-anaknya, ia mengunci pintu rumah dan menyelinap di kegelapan.
Seorang pria menemuinya di halte bus, mengantar mereka ke sebuah rumah pertanian dan ia melihat ada ratusan lagi orang sepertinya di situ.
Mereka ditransportasikan ke kapal yang perlahan berlayar ke Teluk Benggala, antara Pulau Saint Marin di Bangladesh dan Akiab di Myanmar.
“Saya merencanakan ini berbulan-bulan. Saya ingin kehidupan yang lebih baik. Saya bermimpi kehidupan yang baru di negara baru”.
Tiada ruang untuk menyelonjorkan kaki
Sesudah dua hari, mereka dipindahkan ke perahu lain yang lebih besar, penuh dengan penumpang.
Khadiza ingat bahwa ia bahkan tak bisa menyelonjorkan kaki di situ.
“Banyak keluarga, perempuan dan anak-anak. Rasanya ada lebih dari 500 orang”.
Perahu ini lebih besar daripada perahu penangkap ikan di Asia Seatan, tapi tidak cukup besar untuk mengangkut orang sebanyak itu.
Awak kapal berada di gelada katas, perempuan di tengah dan pria di geladak terbawah.