Warga Gaza Palestina Demo Hingga Injak Poster Netanyahu dan Trump, Tolak Kesepakatan UEA-Israel
Ratusan warga Gaza Palestina melakukan unjuk rasa terkait kesepakatan normalisasi hubungan antara Uni Emirat Arab dengan Israel.
Penulis:
Ika Nur Cahyani
Editor:
Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Ratusan warga Gaza Palestina melakukan unjuk rasa terkait kesepakatan normalisasi hubungan antara Uni Emirat Arab dengan Israel.
Para pengunjuk rasa yang berasal dari Jalur Gaza yang dikepung Israel ini melawan Amerika Serikat, pihak yang menengahi perbaikan hubungan.
Pada Rabu (19/8/2020) massa membakar bendera Israel dan AS.
Mereka juga menginjak-injak poster Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu dan Presiden AS Donald Trump, dikutip dari Al Jazeera.
Penuh emosi, mereka meneriakkan 'normalisasi adalah pengkhianatan terhadap Yerussalem dan Palestina'.
Baca: Hadiri Deklarasi KAMI, Pemerintah Palestina Bisa Panggil Pulang Dubesnya
Baca: Polemik Normalisasi Hubungan UEA-Israel: Pejabat Sudan Dipecat hingga PM Pakistan Tak Akui Israel

Para demonstran di Kota Gaza menyuarakan dukungan kepada Presiden Palestina, Mahmoud Abbas atas penolakannya terhadap rencana Timur Tengah milik Trump.
Menurut Palestina, rencana itu hanya akan menguntungkan Israel.
Adapun unjuk rasa ini diorganisir Hamas, yang menguasai Jalur Gaza dan beberapa pihak lainnya.
Salah seorang pejabat senior Hamas, Khalil al-Hayya mengecam kesepakatan itu.
"Normalisasi dengan pendudukan merugikan kita dan tidak membantu kita."
"Sebaliknya, kesepakatan melayani dan mempromosikan pendudukan dalam proyek-proyeknya yang menargetkan Palestina dan kawasan itu," jelas Khalil.
Protes ini meledak pasca jet tempur Israel mengebom Gaza delapan malam berturut-turut.
Israel memperingatkan Hamas akan adanya perang bila terus menerus mengirim peledak ke area israel.
Sumber keamanan Hamas mengatakan jet tempur dan drone Israel menyerang beberapa fasilitas milik Brigade Qassam, pasukan bersenjata gerakan itu.
Larangan Israel dari Impor Hingga Menangkap Ikan
Pekan lalu, Israel melarang impor bahan bakar ke Gaza sebagai bagian dari tindakan hukuman atas peluncuran balon pembakar dari Jalur Gaza.
Israel juga melarang penangkapan ikan di lepas pantai Gaza dan menutup jalur distribusi barang Karam Abu Salem (Kerem Shalom).
Bahkan negara ini juga memotong pengiriman bahan bakar untuk satu-satunya pembangkit listrik di wilayah tersebut hingga terpaksa ditutup pada Selasa.
Padahal rumah dan pertokoan di Gaza sangat bergantung dengan pembangkit listrik itu.
Sebenarnya wilayah ini sudah mengalami kekurangan pasokan listrik jauh sebelumnya.
Penduduk hanya memiliki akses ke listrik selama delapan jam sehari.
Dengan larangan dari Israel, sekarang warga hanya punya akses empat jam sehari untuk menikmati listrik.
Pakistan Tak Akui Israel
Sementara itu, dilansirAl Jazeera, Perdana Menteri Pakistan Imran Khan mengatakan, Pakistan tidak akan mengakui Israel sampai Palestina mendapatkan haknya.
Dalam wawancaranya, Khan pada Selasa (18/8/2020) lalu mengatakan, Islamabad tidak akan mengakui Israel sebagai negara.
Dia mempersoalkan normalisasi hubungan antara UEA dan Israel yang ditengahi Amerika Serikat pekan lalu.
"Apa pun yang dilakukan negara mana pun, posisi kami sangat jelas. Dan posisi kami dijelaskan oleh (pendiri Pakistan) Quaid-e-Azam Muhammad Ali Jinnah pada tahun 1948."
"Bahwa kami tidak akan pernah menerima Israel selama Palestina tidak diberikan hak mereka dan tidak ada penyelesaian yang adil," kata Khan.
Baca: Anak-anak Palestina di Gaza Ikuti Lomba 17-an, dari Balap Karung hingga Ambil Koin dalam Tepung

"Ketika Anda berbicara tentang Israel dan Palestina, kami perlu berpikir, akankah kami dapat menjawab (Tuhan) jika kami meninggalkan orang-orang yang telah menghadapi setiap jenis ketidakadilan dan yang hak-haknya diambil?"
"Hati nurani saya tidak akan pernah mengizinkan saya untuk melakukannya, melakukan ini, saya tidak pernah bisa menerimanya," kata Khan.
Sikap tegas Khan ini diapresiasi dan disambut terima kasih oleh Kedutaan Besar Palestina di Islamabad.
Sementara itu, Arab Saudi pada Rabu mengatakan, tidak akan mengikuti UEA dalam membangun hubungan diplomatik dengan Israel.
Arab Saudi berjanji akan bersikap demikian hingga Israel dan Palestina menandatangani perjanjian perdamaian yang diakui Palestina.
"Perdamaian harus dicapai dengan Palestina berdasarkan perjanjian internasional sebagai prasyarat untuk normalisasi hubungan," kata Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)