Virus Corona
Pria di AS Terinfeksi Covid 2 Kali, Dokter Laporkan Diagnosis Kedua Jauh Lebih Berbahaya
Seorang pria dari Nevada, Amerika Serikat tertular Covid-19 untuk kedua kali. Dokter mengatakan, infeksi kedua jauh lebih berbahaya dari yang pertama.
Penulis:
Andari Wulan Nugrahani
Editor:
Sri Juliati
"Penemuan kami menandakan, infeksi sebelumnya belum tentu melindungi (korban) dari infeksi di masa depan," kata Dr Mark Pandori, dari University of Nevada.
"Kemungkinan infeksi ulang dapat memiliki implikasi signifikan bagi pemahaman kita tentang kekebalan Covid-19," tambahnya.
Dia mengatakan, orang yang telah pulih harus terus mengikuti pedoman seputar jaga jarak, masker, dan cuci tangan.
Baca juga: Ilmuwan Temukan Planet Bumi Kedua, Diklaim Lebih Baik dan Bisa Dihuni Manusia
Baca juga: Ilmuwan China Berencana Hidupkan Orang Mati Memanfaatkan Teknologi
Para ilmuwan mencari tahu tentang kekebalan terhadap virus corona
Lebih lanjut, para ilmuwan terus bergulat dengan masalah pelik tentang virus corona dan kekebalan.
Apakah setiap orang menjadi kebal?
Bahkan orang dengan gejala yang sangat ringan?
Berapa lama perlindungan bertahan?
BBC menyebut, pertanyaan tersebut merupakan kunci penting untuk memahami bagaimana virus akan mempengaruhi kehidupan dalam jangka panjang dan mungkin berimplikasi pada vaksin serta gagasan seperti kekebalan kawanan.
Sejauh ini, infeksi ulang tampaknya jarang terjadi, hanya ada beberapa contoh dari lebih dari 38 juta kasus yang dikonfirmasi.
Baca juga: Penanganan Covid-19 di Indonesia Tunjukan Hasil Signifikan, Berikut Datanya
Baca juga: Kapan Cristiano Sembuh dari Virus Corona?
Gelombang kedua Covid-19 diasumsikan para ahli akan lebih ringan. Sebab tubuh akan belajar melawan virus untuk pertama kalinya.
Namun, untuk kasus pria itu, masih belum jelas mengapa dia sakit parah untuk kedua kalinya.
Satu gagasan adalah dia mungkin telah terpapar pada dosis awal virus yang lebih besar.
Mungkin juga tanggapan kekebalan awal memperburuk infeksi kedua.
Prof Paul Hunter, dari Universitas East Anglia mengatakan penelitian itu "sangat memprihatinkan" karena celah kecil antara kedua infeksi tersebut, dan tingkat keparahan infeksi kedua.
"Masih terlalu dini untuk mengatakan dengan pasti apa implikasi dari temuan ini untuk program imunisasi apa pun," ungkapnya.
"Tetapi temuan ini memperkuat poin, kami masih belum cukup tahu tentang tanggapan kekebalan terhadap infeksi ini," katanya.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)