Jumat, 10 Oktober 2025

MUI Kecam Macron , Seruan Boikot Produk Prancis di Negara-negara Arab

Dirinya menilai kebebasan tanpa batas dan melawan norma justru akan mengakibatkan kegaduhan dan kekacauan.

Editor: Hendra Gunawan
Jacques Witt/SIPA/REX
Presiden Prancis, Emmanuel Macron 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  - Pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron berbuntut panjang. Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia(MUI) langsung bereaksi komentar Macron terkait pemenggalan seorang guru karena menunjukkan kartun Nabi Muhammad di kelas yang ia pimpin.

Macron menyebut 'sang guru dibunuh karena kaum Islamis menginginkan masa depan kita'. Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan MUI Muhyiddin Junaidi mengecam keras pernyataan tersebut.

Menurut Muhyiddin, pernyataan Macron ini telah membangkitkan gerakan Islamophobia.

"MUI menilai bahwa Macron secara tak langsung telah mendukung gerakan Islamphobia. Bahkan kecaman beliau terhadap pelaku pembunuhan atas wartawan Tabloid Charlie Hebdo telah menempatkan Macron sebagai pemimpin Eropa yang mendukung tumbuh suburnya gerakan Islamophobia," ujar Muhyiddin melalui keterangan tertulis, Senin (26/10).

Muhyiddin menyebut, Macron harus belajar banyak tentang toleransi beragama kepada Islam. 

Dirinya menilai kebebasan tanpa batas dan melawan norma justru akan mengakibatkan kegaduhan dan kekacauan.

Baca juga: Buntut Kontroversi Macron, Presiden Erdogan Serukan Rakyat Turki Boikot Produk Prancis

"MUI meminta kepada Menlu agar segera memanggil Dubes Prancis untuk Indonesia guna mendapatkan klarifikasi dan penjelasan komprehensif terkait sikap Pernyataan Presiden Macron," tegas Muhyiddin.

Muhyiddin mengatakan masyarakat muslim dunia sangat geram dan menyesalkan sikap Macron.

Apalagi pengungkitan kasus Charlie Hebdo di tengah pandemi Covid-19. Menurut Muhyiddin Prancis harusnya belajar banyak dari negara Jerman.

Kanselir Jerman Angela Merkel dinilainya cukup dewasa dalam bersikap dan menghargai perbedaan sudut pandang di negara yang heterogen.

"Ternyata pernyataan Macron tentang Islam dan umat Islam sebagai main trigger di banyak kasus kekerasan di dunia, terutama jika umat islam mayoritas.

Baca juga: Presiden Prancis Emanuel Macron Kembali Kunjungi Beirut Lebanon

Ini sangat berbahaya seakan menyamakan Islam agama kekerasan dan intoleran," kata Muhyiddin.

Padahal, menurut Muhyiddin, pertumbuhan muslim di kalangan warga Prancis terus bertambah tiap tahunnya.

Menurutnya, 8 juta muslim Prancis punya andil besar dalam membangun negara tersebut.

"Para pemain sepak bola muslim Prancis telah berkontribusi besar kepada bangsa dan negara Prancis," pungkas Muhyiddin.

Baca juga: Presiden Macron Peringatkan Lebanon Bisa Terjerumus Lagi ke Perang Saudara

Boikot

Seruan untuk memboikot barang-barang Prancis juga sudah berkembang di negara-negara Arab dan sekitarnya. Beberapa negara yang melakukan boikot di antaranya Kuwait, Yordania dan Qatar.

AFP menyebut sejumlah pekerja jaringan supermarket Al Meera mengeluarkan selai St. Dalfour buatan Prancis dari rak. Melalui pernyataan, Al Meera dan operator grosir lainnya, Souq Al Baladi, mengatakan menarik produk Prancis dari toko sampai pemberitahuan lebih lanjut.

Al Meera sendiri bersaing dengan supermarket Prancis yang ada di Qatar, Monoprix dan Carrefour.

Tidak hanya itu, umat Kristen di negara-negara Arab juga mengecam dan mengutuk keras pernyataan Macron.

Salah satu yang mengungkapkan kecamannya adalah penyiar senior Al-Jazeera yang beragama Kristen, Jalal Chahda.

“Saya Jalal Chahda, seorang umat Kristen Levantine Arab, menolak dan mengecam hinaan kepada seorang Nabi di Islam, sang pengirim pesan #Mohammad. Damai dan Terberkatilah,” tulisnya di Twitter dikutip dari Anadolu.

Chahda juga memposting foto, yang berisi tulisan, “Muhammad, Tuhan memberkatinya dan memberikannya kedamaian,” lanjut Chahda. Penyiar Al-Jazeera lainnya, Ghada Owais, yang juga Kristen mere-tweet cuitan Chahda. Protes terhadap pernyataan Macron juga meluas ke Libya, Suriah, dan Jalur Gaza.

Terpisah, Prancis mendesak negara-negara Timur Tengah untuk megakhiri seruan boikot mereka terhadap barang-barang produksi Prancis, sebagai bentuk protes terhadap pembelaan Presiden Emmanuel Macron untuk menayangkan kartun Nabi Muhammad.

Kementerian luar negeri Prancis mengatakan bahwa sedang terjadi seruan "tak berdasar" untuk memboikot barang-barang Prancis yang "didorong oleh minoritas radikal".

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyarankan, untuk kedua kalinya, bahwa Macron harus mencari "pemeriksaan mental" untuk pandangannya tentang Islam.

Komentar tersebut mendorong Prancis memanggil duta besarnya untuk Turki untuk melakukan konsultasi pada Sabtu (24/10).

"Apa masalah individu yang disebut Macron dengan Islam dan dengan Muslim?" kata Erdogan.

Sementara itu, pemimpin Pakistan Imran Khan menuduh pemimpin Prancis itu "menyerang Islam, jelas-jelas tanpa memahaminya". "Presiden Macron telah menyerang dan melukai sentimen jutaan Muslim di Eropa dan di seluruh dunia," ujarnya. (Tribun Network/afp/anadolu/fah/kps/wly)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved