Pemilihan Presiden Amerika Serikat
Siapa Wanita Cantik yang Disebut Jadi Calon Kuat Menteri Keuangan AS Pilihan Joe Biden?
Dalam dua setengah bulan ke depan, Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Joe Biden bakal menyusun kabinet yang akan membantunya kelak.
Editor:
Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam dua setengah bulan ke depan, Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Joe Biden bakal menyusun kabinet yang akan membantunya kelak.
Pekerjaan rumah Biden banyak, mulai mengatasi pandemi, memulihkan ekonomi, serta memenangkan hati anggota Senat AS yang didominasi Partai Republik sekaligus menyatukan koalisi Partai Demokrat yang sulit diatur.
Dilansir dari Politico, Sabtu (7/11), tugas berat yang tidak mungkin dituntaskan dalam waktu singkat.
Meski demikian, tim transisis Biden telah menyeleksi calon anggota kabinet yang potensial selama berbulan-bulan, serta memberikan pilihan potensial kepada Biden dalam beberapa hari mendatang.
Baca juga: Kalah di Pilpres AS, Donald Trump Kabarnya Bakal Diceraikan Istri
Baca juga: Sama dengan Trump, Pendukungnya Juga Ngotot Trump Menang di Pilpres dan Tuduh Biden Curi Suara
Tugas berat pertama Biden adalah menentukan calon menteri keuangan.
Sebab, Biden harus menunjuk tim keuangan lebih awal untuk penyusunan program stimulus ekonomi serta bantuan terhadap korban Covid-19 di Amerika Serikat (AS).
Belum lagi, kemungkinan kendali Partai Republik atas Senat AS, ini akan menjadi pertarungan besar dan menghabiskan lebih banyak modal politik.
Beberapa kandidat menteri keuangan yang muncul.
Salah satu yang disebut-sebut paling potensial adalah anggota Gubernur Federal Reserve Lael Brainard.
Wanita cantik ini dianggap figur yang tidak terlalu mengecewakan siapa pun.
Dia berada di Federal Reserve selama krisis saat ini dan bekerja di Departemen Keuangan di masa pemerintahan Barack Obama.
Jika terpilih, Lael Brainard akan membuat sejarah sebagai wanita pertama yang memimpin Departemen Keuangan AS.
Pasar membaik
Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Joe Biden dianggap lebih pro kesehatan, sehingga berpotensi mendorong terjadinya lockdown yang ketat di AS untuk mengatasi pandemi corona atau Covid-19.
Pengamat pasar modal Hans Kwee memperkirakan pasar saham AS terkoreksi jika Biden benar menerapkan lockdown ketat.
"Penguncian ekonomi akibat pendemi berpotensi menurunkan aktivitas ekonomi dan berpotensi mendorong pasar saham terkoreksi," ujarnya, Minggu (8/11/2020).
Menurut Hans, kenaikan kasus Covid 19 di berbagai negara memang menjadi perhatian pelaku pasar beberapa pekan terakhir.
Baca juga: Didorong Pilpres AS, IHSG Diprediksi Menguat, Simak Rekomendasi Saham dari Analis
Baca juga: 7 Rekomendasi Tayangan Horor dan Thriller yang Menegangkan di Viu, Black hingga Strangers From Hell
Bahkan peningkatan kasus telah memaksa beberapa negara juga melakukan penguncian kembali dan cenderung menghalangi tren pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung.
"Inggris memasuki penguncian kedua untuk menekan peningkatan jumlah kasus Covid-19. Italia dan Norwegia juga memperketat pembatasan akibat naiknya kasus Covid-19," pungkas Hans.
PR Joe Biden
Pengamat Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana mengatakan penting bagi Joe Biden sebagai presiden terpilih Amerika Serikat untuk menggembalikan kepercayaan masyarakat dunia melalui kebijakan luar negeri negara Adidaya itu.
"Untuk kebijakan luar negeri, Biden diharapkan oleh masyarakat dunia untuk mengembalikan Amerika Serikat menjadi Amerika Serikat yang dulu dengan nilai-nilainya," ujar dia dalam keterangannya, Minggu (8/11/2020).
Terdapat empat fokus utama yang harus dijalankan Biden dan Kamala Haris untuk empat tahun kepemimpinan mereka mendatang.
Pertama, Amerika Serikat harus memikirkan kemaslahatan dunia ketimbang dirinya sendiri.
Baca juga: Kehidupan Presiden AS Joe Biden, Disebut Tragis Setelah Kehilangan Keluarga karena Kecelakaan
Sebelum Trump menjadi Presiden AS nilai yang dianut adalah mensejahterakan dunia agar AS sejahtera, menumbuhkan perekonomian dunia agar ekonomi AS tumbuh, mengamankan dunia agar keamanan AS terjaga, bahkan menyeimbangkan kekuatan yang ada di dunia agar AS menjadi pemimpin dunia.
"Pada era Trump nilai tersebut ditinggalkan dan lebih fokus untuk membangun AS dengan mengabaikan dunia, bahkan, berkonflik secara head to head dengan sejumlah negara," ungkap Rektor Universitas Ahmad Yani ini.
Kedua, tidak ada lagi kejutan-kejutan (no more surprises) kebijakan yang dijalankan oleh AS.
Diketahui, di bawah kendali pTrump banyak kebijakan yang tidak pernah terpikir oleh masyarakat internasional, seperti bertemu dengan Kim Jong Un dari Korea Utara, keluar dari WHO, memindahkan kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Jerusalem, bahkan mengakhiri secara pihak hasil perundingan Iran dengan lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB terkait pengembangan nuklir Iran.
Ketiga, Biden diharapkan menjalankan kebijakan-kebijakan luar negeri AS yang telah dirancang secara lama dan rinci oleh para birokrat AS.
Dalam sistem pemerintahan AS, pengelola kebijakan ada dua unsur penting yaitu politisi dan birokrasi.
Politisi memegang keputusan akhir, sementara birokrasi yang menjaga agar kebijakan AS dari waktu ke waktu terjaga.
Politisi secara alamiah akan keluar dan masuk (come and go) empat tahun sekali, namun birokrasi akan tetap mengingat tongkat estafet kebijakan akan terus diturunkan kepada para penggantinya.
Di era Trump, Trump kerap melakukan perlawanan terhadap kebijakan yang telah dirancang oleh para birokrasinya. Perlawanan dilakukan melalui tweet dan juga langsung mengganti birokrat yang tidak sepemahaman dengan Trump.
"Harapan dunia tentu Biden lebih banyak mendengar dan memutus berbagai kebijakan yang telah dirancang secara rinci oleh birokrasi AS selama bertahun-tahun," jelas Hikmahanto.
Terakhir ujar dia, AS tidak lagi menjadi sumber inspirasi bagi elemen masyarakat berbagai negara untuk membangkitkan ekstrim kanan dan supremasi kulit putih (white supremacist).
"AS di bawah Biden diharapkan mengembalikan nilai-nilai untuk menghormati pluralisme, hak asasi manusia dan tidak merendahkan suatu bangsa dengan peradabannya," tuturnya.
Sumber: Kontan.co.id/Tribunnews.com