Setelah membisu beberapa waktu, China akhirnya kirim ucapan selamat untuk Joe Biden
China akhirnya mengirim ucapan selamat kepada Joe Biden, yang diproyeksikan memenangkan pemilihan presiden Amerika Serikat, setelah diam selama
Setelah diam selama beberapa waktu, China akhirnya mengirim ucapan selamat kepada Joe Biden, yang diproyeksikan memenangkan pemilihan presiden Amerika Serikat.
"Kami menghormati pilihan rakyat Amerika. Kami mengucapkan selamat kepada Biden dan Harris," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, hari Jumat (13/11).
Hubungan AS-China sangat penting bagi kedua negara dan juga masyarakat internasional secara umum.
Hubungan AS-China memburuk dalam beberapa waktu terakhir, dipicu oleh isu perdagangan, espionase, dan pandemi Covid-19.
Rusia sementara itu belum mengirim ucapan selamat untuk Biden-Harris.
Empat tahun lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin termasuk di antara pemimpin dunia pertama yang mengucapkan selamat atas kemenangan Donald Trump.
Namun kali ini, tidak ada cuitan, telegram, maupun telepon dari Putin untuk Biden.
- Tantangan presiden terpilih AS Joe Biden 'mirip' dengan situasi di Indonesia
- Apa yang terjadi jika Trump menolak hengkang dari Gedung Putih?
- Pemilu Amerika Serikat dari kacamata orang Indonesia di Negeri Paman Sam
"Kami meyakini, hal yang semestinya kami lakukan adalah menunggu hingga kami mendapatkan hasil pemilu yang resmi," ujar juru bicara pemerintah Rusia, Dmitry Peskov.
Sementara itu, ketika para pemimpin dunia memberi ucapan selamat kepada Biden, Presiden Iran Hassan Rouhani justru memberikan penilaian atas kekalahan Presiden Trump.
Dalam rapat kabinet yang disiarkan langsung oleh televisi Iran, Hassan Rouhani mengejek Trump yang kalah dalam pemilihan presiden.
"Rezim yang memimpikan kehancuran Iran dengan sendirinya dilengserkan secara hina, dan sekarang semua negara - kecuali beberapa yang selalu membuntuti rezim tersebut - melihat keadaan yang berbeda di masa depan," kata Rouhani, Rabu (11/11).
Lebih lanjut Presiden Rouhani mengatakan pemerintahan Trump adalah "aktor yang menjengkelkan yang mempunyai peran negatif" terkait hubungan Iran dengan negara-negara tetangganya.
"Rezim yang akan berakhir dalam hitungan bulan ini tidak tahu banyak tentang hubungan internasional dan didekte oleh ekstremis dalam negeri dan rezim Zionis (Israel)."
Pada bagian lain, Rouhani menegaskan siapa pun yang menjadi presiden AS tidak akan mengubah kebijakan Iran dan tergantung pada AS apakah akan menempuh jalur diplomasi atau tidak, termasuk apakah AS akan kembali ke perjanjian nuklir antara Iran dan beberapa negara besar lainnya yang diraih pada tahun 2015.