Jumat, 5 September 2025

Krisis Myanmar

Militer Myanmar Katakan Tak Takut Ancaman Sanksi Internasional

 Militer Myanmar menyatakan tidak takut terhadap ancaman sanksi internasional terkait kudeta yang mereka lakukan pada 1 Februari lalu.

Editor: Johnson Simanjuntak
net/kolase/Twitter
Kisah Perjuangan Kyal Sin - Seorang gadis 19 tahun tewas dalam sebuah aksi damai menentang kudeta Myanmar. Gadis itu bernama Angel, dikenal juga dengan nama Kyal Sin. 

"Pada akhirnya NLD akan dilarang dan kemudian mereka akan menggelar pemilu  baru, di mana mereka ingin menang, dan kemudian bahwa mereka dapat terus berkuasa."

Schraner Burgener mengatakan dia percaya militer "sangat terkejut" oleh asi protes warga sipil Myanmar terhadap kudeta.

"Hari ini kita memiliki anak-anak muda yang hidup dalam kebebasan selama 10 tahun, mereka memiliki media sosial, dan mereka terorganisir dengan baik dan sangat bertekad," katanya.

"Mereka tidak ingin kembali dalam kediktatoran dan dalam isolasi."

Terus Melawan

Aktivis pro-demokrasi Myanmar berjanji pada Kamis (4/3/2021) akan terus melawan dengan mengadakan lebih banyak aksi demonstrasi, meskipun PBB menyebut 38 orang tewas dalam dalam paling brutal dan berdarah sejak kudeta militer bulan lalu.

Pada Rabu (3/3/2021) kemarin, Polisi dan militer menembaki para demonstran dengan peluru tajam .

Jatuhnya puluhan korban jiwa dan luka-luka akibat aksi brutal aparat keamanan Myanmar itu terjadi sehari setelah negara-negara tetangga Asia Tenggara (ASEAN) menyerukan menaghan diri setelah kudeta militer terhadap pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi.

"Kami tahu bahwa kami selalu bisa kapan saja ditembak dan dibunuh dengan peluru tajam mereka tetapi tidak ada artinya untuk tetap hidup di bawah junta militer, sehingga kami memilih jalan berbahaya ini, " tegas aktivis Maung Saungkha kepada Reuters, Kamis (4/3/2021).

Kelompok Komite Aksi Mogok Massal Nasional berencana akan mengadakan aksi protes pada  Kamis (4/3/2021).

"Kami akan melawan junta militer dengan cara apa pun yang kami bisa. Tujuan utama kami adalah untuk menghapus sistem junta dari akar," kata Maung Saungkha.

Postingan media sosial dari aktivis lain mengatakan setidaknya dua demonstrasi lain juga direncanakan di beberapa bagian kota Yangon.

Utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa di Myanmar, Christine Schraner Burgener, mengatakan di New York bahwa Rabu (3/3/2021), sebagai "hari paling berdarah" sejak kudeta 1 Februari. Karena 38 orang tewas ketika aparat keamanan secara brural menembaki demonstran.

Hingga hari ini tercatat total korban jiwa menjadi lebih dari 50 orang, ketika militer mencoba untuk mengukuhkan kekuatannya.

Sebuah kelompok hak asasi manusia dan beberapa media telah memberikan jumlah yang berbeda untuk korban luka-luka dan tewas  setelah tindakan membabi buta aparat keamanan pada hari Rabu.

Halaman
1234
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan