Minggu, 17 Agustus 2025

Krisis Myanmar

Sempat Dikepung Aparat Keamanan, Akhirnya Ratusan Demonstran Myanmar Dibebaskan

Ratusan demonstran muda Myanmar yang dikepung  aparat keamanan di distrik Sanchaung, Yangon semalam telah bebas.

Editor: Johnson Simanjuntak
MYITKYINA NEWS JOURNAL via Sky News
Suster Ann Roza Nu Tawng, seorang biarawati di Myitkyina, Myanmar, berlutut di hadapan sejumlah aparat yang juga ikut berlutut. Suster Ann Roza memohon kepada aparat Myanmar agar tak menembaki para pengunjuk rasa pada Senin, 8 Maret 2021. Namun, terdengar tembakan dengan dua orang dikonfirmasi tewas. 

Saksi mata mengatakan mereka yang tewas mengambil bagian dalam aksi protes ketika polisi menembakkan granat kejut dan gas air mata. Beberapa orang kemudian terkena tembakan dari bangunan di dekatnya.

Satu saksi, yang mengaku  membantu memindahkan mayat-mayat itu, mengatakan kepada Reuters, dua orang ditembak di bagian kepala dan meninggal di tempat. Tiga orang lainnya terluka.

"Betapa tidak manusiawi membunuh warga sipil yang tidak bersenjata," kata saksi itu, seorang pria berusia 20 tahun.

 "Kita harus memiliki hak kita untuk memprotes secara damai."

Belum diketahui  persis  siapa yang menembaki para demonstran meskipun polisi dan militer berada di tengah aksi protes, kata para saksi.

Setidaknya satu orang tewas dan dua terluka selama aksi protes di kota Phyar Pon di Delta Irrawaddy, kata seorang aktivis politik dan media lokal.

Baca juga: Lagi 3 Demonstran Tewas di Myanmar: Toko-toko dan Pabrik Ditutup 

Polisi dan militer telah menewaskan lebih dari 50 orang untuk meredam aksi demonstrasi harian dan pemogokan terhadap kudeta 1 Februari, menurut PBB pekan lalu.

Seorang juru bicara militer tidak menanggapi tentang insiden terbaru. 

Polisi di Myitkyina dan Phyar Pon juga tidak menanggapi panggilan.

Ada kerumunan orang berdemonstrasi menentang kudeta yang berkumpul di Yangon serta kota terbesar kedua, Mandalay dan beberapa kota lainnya, menurut video yang diposting di Facebook. 

Demonstran di Dawei, sebuah kota pesisir di selatan, dilindungi oleh Persatuan Nasional Karen, sebuah kelompok bersenjata etnis yang terlibat dalam perang jangka panjang dengan militer.

Pengunjuk rasa melambaikan bendera yang dibuat dari htamain (sarung wanita) di beberapa tempat atau menggantungnya di antrean di seberang jalan untuk menandai Hari Perempuan Internasional sambil mengecam junta. 

Berjalan di bawah sarung wanita secara tradisional dianggap sebagai nasib buruk bagi pria dan cenderung memperlambat gerak polisi dan militer.

Media negara mengatakan pasukan keamanan menjaga  di rumah sakit dan universitas sebagai bagian dari upaya untuk menegakkan hukum.

Setidaknya sembilan serikat pekerja yang mencakup sektor-sektor termasuk konstruksi, pertanian, dan manufaktur telah menyerukan "semua rakyat Myanmar" untuk menghentikan pekerjaan untuk melawan kudeta dan memulihkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi.

Halaman
123
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan